Sengketa Transaksi Surat Berharga: Hotman Paris Bela Hary Tanoe, Jusuf Hamka Tuntut Ganti Rugi Rp 103,4 Triliun

Sengketa Transaksi Surat Berharga: Klaim Berbeda Hotman Paris dan Gugatan Jusuf Hamka

Perseteruan hukum antara pengusaha jalan tol Jusuf Hamka dan bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, terkait transaksi surat berharga mencapai babak baru. PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), perusahaan Jusuf Hamka, menggugat Hary Tanoe dan PT MNC Asia Holding Tbk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 3 Maret 2025 dengan nomor register 194/DIR-KU.11/III/2025. Gugatan ini berpusat pada transaksi Negotiable Certificate of Deposit (NCD) atau sertifikat deposito senilai USD 28 juta yang diterbitkan Unibank dan diduga tidak dapat dicairkan. CMNP mengklaim mengalami kerugian fantastis mencapai Rp 103,4 triliun, termasuk bunga 2 persen per bulan atas ketidakmampuan mencairkan NCD tersebut.

Di tengah gugatan tersebut, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, yang bertindak sebagai kuasa hukum PT MNC Asia Holding, memberikan bantahan tegas. Dalam jumpa pers di iNews Tower, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025), Hotman Paris menekankan bahwa uang dari penerbitan zero coupon bond senilai USD 17,4 juta diterima oleh Unibank, bukan Hary Tanoe. Ia menjelaskan bahwa total pembayaran yang disepakati untuk PT CMNP adalah USD 28 juta dalam jangka waktu tiga tahun (1999-2002). Kegagalan pencairan, menurut Hotman Paris, disebabkan oleh penutupan Unibank akibat krisis moneter tahun 2001, dan bukan merupakan kesalahan kliennya. Hotman Paris menambahkan bahwa CMNP telah menggugat Unibank dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebelumnya, namun gugatan tersebut berhenti pada tahap peninjauan kembali (PK). Ia juga menyoroti adanya audit tahunan oleh auditor PT CMNP, Prasetyo Utomo, yang menyatakan keabsahan sertifikat deposito tersebut.

Kronologi Transaksi dan Klaim Pelanggaran

Berdasarkan keterangan resmi PT CMNP, transaksi bermula dari tawaran Hary Tanoe pada tahun 1999 untuk menukar NCD miliknya dengan MTN (Medium Term Note) dan obligasi tahap II milik PT CMNP. PT CMNP menyerahkan asetnya senilai Rp 163,5 miliar (MTN) dan Rp 189 miliar (obligasi) pada 18 Mei 1999. Hary Tanoe kemudian menyerahkan NCD secara bertahap: USD 10 juta pada 27 Mei 1999 dan USD 18 juta pada 28 Mei 1999. Masalah muncul ketika NCD tersebut tidak dapat dicairkan pada Agustus 2002, setelah Unibank ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) pada Oktober 2001.

CMNP menduga kuat adanya pelanggaran dalam penerbitan NCD tersebut. Mereka menyatakan bahwa NCD yang diterbitkan Unibank diduga palsu karena diterbitkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat dengan jangka waktu jatuh tempo lebih dari dua tahun, melanggar Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG tanggal 27 Oktober 1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito. Pihak CMNP juga beranggapan bahwa Hary Tanoe mengetahui adanya potensi ketidakberesan dalam penerbitan NCD tersebut.

Dua Perspektif yang Berbeda

Kasus ini menyajikan dua perspektif yang saling bertolak belakang. Hotman Paris, mewakili Hary Tanoe, berfokus pada peran Unibank dalam transaksi dan kegagalan pencairan akibat krisis moneter. Sementara itu, Jusuf Hamka melalui CMNP, menekankan dugaan pemalsuan NCD dan kerugian besar yang diderita akibat ketidakmampuan mencairkan aset tersebut. Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menjadi arena untuk menguji validitas kedua argumen tersebut dan menentukan siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yang dialami PT CMNP. Proses hukum ini diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik transaksi tersebut dan memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak yang bersengketa.