Kejaksaan Agung Mengendus Indikasi Korupsi dalam Alih Fungsi Lahan di Taman Nasional Tesso Nilo

Kejaksaan Agung Republik Indonesia tengah menyoroti dugaan praktik korupsi terkait alih fungsi lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), yang terletak di Pelalawan, Riau. Dugaan ini mencuat seiring dengan temuan sejumlah besar dokumen kependudukan dan kepemilikan tanah yang disinyalir palsu, beredar di dalam kawasan konservasi tersebut.

Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) baru-baru ini menggelar rapat penting di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Rapat ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, S.T. Burhanuddin, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua I Pengarah Satgas. Fokus utama rapat adalah menindaklanjuti upaya penguasaan kembali kawasan hutan yang telah beralih fungsi, serta membahas rencana relokasi penduduk yang saat ini bermukim di dalam TNTN.

Jaksa Agung Burhanuddin mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi TNTN saat ini. Berdasarkan hasil kunjungan tim Satgas PKH pada 10 Juni 2025, dari total luas kawasan hutan yang mencapai kurang lebih 81.793 hektare, hanya tersisa sekitar 12.561 hektare yang masih terjaga. Kerusakan ini disebabkan oleh aktivitas perambahan hutan yang masif, yang tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa liar dan fungsi hutan sebagai paru-paru dunia.

Kompleksitas permasalahan di TNTN tidak hanya terbatas pada perambahan hutan. Burhanuddin juga menyoroti keberadaan perkebunan sawit yang telah menjadi sumber ekonomi utama bagi sebagian masyarakat, serta praktik penerbitan dokumen palsu di dalam kawasan hutan. Dugaan tindak pidana korupsi oleh oknum aparat juga menjadi perhatian serius.

"Terdapat dugaan penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu, penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di dalam kawasan hutan TNTN, serta dugaan tindak pidana korupsi oleh oknum aparat," jelas Burhanuddin.

Lebih lanjut, Jaksa Agung menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat yang bermukim di TNTN adalah pendatang dari luar daerah. Di dalam kawasan tersebut, telah dibangun berbagai fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah.

"Telah terbangun sarana dan prasarana pemerintah seperti listrik, sekolah, dan tempat ibadah di dalam kawasan hutan TNTN," tambahnya.

Konflik antara satwa liar seperti gajah dan harimau dengan masyarakat juga menjadi masalah pelik yang harus segera diselesaikan. Perusakan kebun dan rumah warga oleh satwa liar semakin memperburuk situasi.

Menyadari kompleksitas permasalahan di TNTN, Jaksa Agung menekankan perlunya pemikiran yang komprehensif dan terpadu untuk mencari solusi yang efektif dan berkelanjutan. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan penguasaan kembali TNTN dan relokasi warga dapat berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan dampak negatif yang signifikan.

"Permasalahan TNTN bukan hanya isu lingkungan hidup, tetapi juga mencakup permasalahan ekonomi dan sosial masyarakat," tegas Burhanuddin.

Oleh karena itu, Jaksa Agung meminta agar seluruh hasil kesimpulan rapat dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, penuh rasa tanggung jawab, serta menjunjung tinggi integritas dan profesionalitas dalam setiap pelaksanaan tugas.

Rapat koordinasi ini dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi negara, antara lain Menteri Agraria ATR/BPN Nusron Wahid, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Kepala Staf Umum TNI Letjen TNI Richard Tampubolon, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, Kabareskrim Polri Wahyu Widada, serta jajaran pejabat dari Pemerintah Provinsi Riau.

Beberapa point penting dalam rapat tersebut meliputi:

  • Penertiban kawasan hutan.
  • Relokasi penduduk di TNTN.
  • Penyelesaian konflik manusia dan satwa liar.
  • Penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan dan korupsi.

Dengan adanya koordinasi yang baik antar lembaga negara, diharapkan permasalahan di Taman Nasional Tesso Nilo dapat segera diatasi dan kawasan konservasi ini dapat kembali berfungsi sebagaimana mestinya.