Trauma Pasca Kecelakaan Air India: Ahli Ungkap Peningkatan Fobia Terbang dan Cara Mengatasinya
Dampak Psikologis Insiden Air India: Meningkatnya Kecemasan Terbang
Kecelakaan pesawat Air India baru-baru ini, yang digambarkan oleh seorang saksi mata bernama Ramesh yang selamat dengan kalimat "Baru 30 detik setelah pesawat mengudara, terdengar ledakan keras, lalu pesawat langsung terjatuh," memicu perbincangan mengenai dampak psikologis dari tragedi penerbangan. Peristiwa semacam ini seringkali memperburuk ketakutan terbang, atau yang dikenal sebagai aerophobia, pada banyak orang.
Dr. Gail Saltz, seorang psikiater dan profesor klinis di Weill Cornell Medical College, menjelaskan bahwa berita mengenai kecelakaan pesawat dapat memicu atau memperparah rasa takut yang sudah ada. Ia menuturkan bahwa banyak orang, bahkan tanpa riwayat fobia, mungkin pernah merasakan kekhawatiran ringan terkait keselamatan penerbangan, terutama saat mengalami penundaan. Namun, bagi individu yang rentan, pikiran-pikiran ini dapat berkembang menjadi kecemasan yang berlebihan dan sulit dikendalikan.
Memahami Perbedaan Kecemasan dan Fobia Terbang
Saltz menekankan pentingnya membedakan antara kecemasan biasa dan aerophobia. Kecemasan terhadap penerbangan mungkin membuat seseorang merasa tidak nyaman, tetapi mereka tetap mampu melanjutkan perjalanan. Sebaliknya, aerophobia memicu reaksi fisik yang kuat, seperti:
- Jantung berdebar kencang
- Berkeringat dingin
- Mual
- Bahkan muntah
Gejala-gejala ini dapat muncul jauh sebelum hari keberangkatan, bahkan hingga seminggu sebelumnya. Secara emosional, individu dengan aerophobia mungkin mengalami:
- Panik
- Kecemasan berlebihan
Perilaku yang muncul sebagai respons terhadap fobia ini termasuk:
- Pembatalan penerbangan secara mendadak
- Memilih moda transportasi lain demi menghindari pesawat.
Saltz menjelaskan bahwa jika gejala-gejala ini berlangsung selama enam bulan atau lebih dan mengganggu kehidupan sehari-hari, maka kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai fobia.
Faktor Pemicu Fobia Terbang
Fobia terbang tidak selalu berkaitan dengan ketakutan akan kecelakaan pesawat. Beberapa pemicu umum meliputi:
- Ketakutan berada di ruang tertutup di ketinggian.
- Ketakutan mabuk perjalanan.
- Turbulensi.
- Kekhawatiran tertular penyakit menular di dalam pesawat.
Selain itu, trauma masa lalu seperti kecelakaan atau bencana alam juga dapat menjadi pemicu. Anak-anak yang tumbuh dengan orang tua yang takut terbang juga berisiko mengembangkan fobia yang sama.
Menghindari Penerbangan Bukan Solusi
Saltz memperingatkan bahwa menghindari penerbangan bukanlah solusi yang efektif untuk mengatasi aerophobia. Rasa lega sesaat setelah membatalkan penerbangan justru dapat memperkuat fobia tersebut. Menghindar akan mempersempit dunia seseorang dan memperbesar rasa takut. Ia juga menyarankan untuk tidak mengonsumsi alkohol atau obat tidur tanpa resep sebagai cara mengatasi kecemasan terbang, karena hal ini dapat berbahaya dan tidak membantu pemulihan psikologis jangka panjang.
Mengatasi Fobia Terbang: Terapi dan Realitas Virtual
Kabar baiknya adalah aerophobia merupakan kondisi yang dapat diobati. Salah satu terapi yang direkomendasikan adalah exposure and response prevention, yaitu menghadapi ketakutan secara bertahap dengan bantuan terapis. Terapi ini membantu individu menjadi lebih kebal terhadap pemicu fobia mereka seiring waktu. Bahkan, terapi dengan realitas virtual juga terbukti efektif dalam mengatasi aerophobia.
Menurut data dari Cleveland Clinic, aerophobia adalah salah satu fobia paling umum di Amerika Serikat, memengaruhi lebih dari 25 juta orang dewasa. Kelompok usia yang paling rentan adalah antara 17 dan 34 tahun, yang merupakan masa transisi penting dalam kehidupan, seperti kuliah, menikah, atau memiliki anak.
Saltz menyimpulkan bahwa wajar bagi seseorang untuk merasa hidupnya terlalu berharga untuk dipertaruhkan di udara, terutama setelah mendengar berita tragis seperti kecelakaan Air India. Namun, dengan pemahaman yang tepat dan penanganan yang efektif, aerophobia dapat diatasi dan tidak perlu membatasi mobilitas seseorang.