Trauma Mendalam, Anak Korban Penelantaran di Kebayoran Lama Sulit Berkomunikasi
Kondisi psikologis MK (7), seorang anak perempuan yang menjadi korban penelantaran di kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, menjadi perhatian serius. Saat dikunjungi oleh Komisioner KPAI dan tim dari Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur, pada Kamis (12/6/2025), MK menunjukkan kesulitan dalam berkomunikasi secara verbal.
Menurut keterangan Kawiyan, Komisioner KPAI Subklaster Anak Korban Perlakuan Salah dan Penelantaran, MK cenderung mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas dan sulit dimengerti. Ia lebih sering mengeja huruf-huruf seperti orang mengaji, dan sesekali mengucapkan kata-kata yang tidak memiliki makna utuh. Upaya untuk memancing MK dengan pertanyaan pun tidak membuahkan hasil yang signifikan.
Tim KPAI juga mengamati secara langsung bekas luka bakar di wajah MK dan kondisi tangan kanannya yang patah dan masih dibalut gips. Informasi dari perawat RS Polri menyebutkan bahwa patah tulang tersebut cukup parah hingga tulangnya sempat terlihat.
Kendati demikian, terdapat perkembangan positif dalam kondisi fisik MK dibandingkan saat pertama kali tiba dari Puskesmas Kebayoran Lama. Pihak KPAI berharap kondisi MK terus membaik sehingga ia dapat menikmati masa tumbuh kembangnya seperti anak-anak seusianya.
Kawiyan menekankan pentingnya pemulihan kondisi MK agar ia dapat memberikan informasi terkait kekerasan dan penelantaran yang dialaminya. Bareskrim Polri saat ini masih kekurangan informasi untuk mengungkap kasus ini. Kesembuhan MK diharapkan dapat membuka tabir kekerasan yang dialaminya.
Sebelumnya, MK ditemukan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan di lorong Pasar Kebayoran Lama. Ia tidur beralaskan kardus dengan luka bakar di wajah dan memar di bawah mata.
Kasatpol PP Kebayoran Lama, Dian Citra, mengungkapkan bahwa MK ditemukan oleh petugas Satpol PP dalam keadaan yang menyedihkan dan diduga telah mengalami penyiksaan. Petugas kemudian membawa MK ke Puskesmas Cipulir 2 untuk mendapatkan pertolongan medis.
Di puskesmas, MK mengeluh lapar kepada petugas, namun kesulitan makan karena wajahnya sering dipukul oleh ayahnya. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya banyak luka di tubuh MK, termasuk patah tulang di bahu dengan kondisi tulang yang mencuat keluar dari kulit.
Eko, salah satu petugas yang menangani MK di puskesmas, menjelaskan bahwa patah tulang tersebut diduga sudah lama terjadi dan menyebabkan kondisi tulang menghitam.
Setelah kasus ini ditangani oleh kepolisian, terungkap bahwa MK dan ayahnya baru saja tiba di Jakarta dari Surabaya. Mereka melakukan perjalanan menggunakan kereta api dari Stasiun Pasar Turi pada Senin (9/6/2025) dan tiba di Jakarta pada Selasa (10/6/2025).
Berdasarkan informasi tersebut, polisi menduga bahwa penganiayaan terhadap MK terjadi saat keduanya masih berada di Surabaya. Oleh karena itu, penanganan kasus ini dilimpahkan ke Bareskrim Polri.
Kasi Humas Polres Jakarta Selatan, Komisaris Murodih, menjelaskan bahwa Bareskrim akan mengambil alih penanganan kasus ini karena tempat kejadian perkara (TKP) penganiayaan berada di Surabaya.