Pernikahan di India Batal Akibat Perselisihan AC dan Dugaan Permintaan Mahar Berlebihan

Di sebuah distrik di India, perayaan pernikahan yang seharusnya menjadi momen sakral dan membahagiakan berubah menjadi kekecewaan mendalam. Seorang wanita memutuskan untuk membatalkan pernikahannya pada hari yang telah ditentukan, memicu serangkaian peristiwa yang mengungkap lebih dari sekadar masalah kenyamanan termal.

Kejadian ini bermula ketika calon pengantin wanita tiba di lokasi pernikahan di daerah Shamshabad, Agra, India, dan mendapati bahwa ruangan tersebut tidak dilengkapi dengan pendingin udara (AC). Di tengah cuaca panas yang ekstrem, ia meminta agar disediakan ruangan ber-AC untuk menunjang kenyamanannya. Permintaan yang terdengar sederhana ini justru menjadi titik awal perselisihan antara kedua keluarga.

Keluarga calon mempelai pria menolak permintaan tersebut, yang kemudian memicu perdebatan sengit. Situasi semakin memburuk ketika calon mempelai pria diduga mengucapkan kata-kata kasar kepada calon istrinya. Merasa tidak dihargai dan diperlakukan semena-mena, sang wanita memutuskan untuk melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian.

Dalam laporannya, wanita tersebut mengungkapkan bahwa tindakan keluarga calon suami menunjukkan ketidakpedulian terhadap kebutuhan dasarnya. Ia berpendapat bahwa jika sejak awal ia tidak diperlakukan dengan hormat dan kebutuhannya tidak terpenuhi, maka kehidupan pernikahannya di masa depan tidak akan bahagia. Ia bahkan mengkhawatirkan rumah tangganya kelak akan menjadi “neraka” jika tetap melanjutkan pernikahan tersebut.

Pihak kepolisian sempat berupaya melakukan mediasi agar pernikahan tetap dapat dilanjutkan. Namun, sang wanita tetap teguh pada keputusannya untuk membatalkan pernikahan. Kasus ini kemudian berkembang menjadi laporan resmi dari pihak keluarga wanita terkait dugaan permintaan mas kawin berlebihan, yang mencakup uang tunai dan barang-barang mewah.

Sebagai bentuk tanggung jawab, pihak keluarga wanita mengganti seluruh biaya persiapan pernikahan yang telah dikeluarkan oleh pihak pria. Setelah itu, mereka meninggalkan lokasi acara, mengakhiri sebuah pernikahan yang seharusnya menjadi awal dari babak baru dalam kehidupan kedua mempelai.

Insiden ini menyoroti pentingnya komunikasi, saling pengertian, dan penghormatan dalam sebuah hubungan, terutama dalam konteks pernikahan. Selain itu, kasus ini juga membuka diskusi tentang praktik mas kawin dan ekspektasi sosial yang dapat membebani kedua belah pihak.