Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong Pertanyakan Selektivitas Dakwaan Kasus Impor Gula

Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong Pertanyakan Selektivitas Dakwaan Kasus Impor Gula

Sidang dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong memasuki babak baru. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025), Lembong dan kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, secara tegas mempertanyakan alasan di balik penetapan Lembong sebagai satu-satunya terdakwa. Persidangan tersebut berfokus pada pembacaan tanggapan atas eksepsi yang diajukan oleh pihak pembelaan.

Ari Yusuf Amir mengawali argumennya dengan menyoroti ketidakkonsistenan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait rentang waktu dugaan tindak pidana. Ia mempertanyakan mengapa rentang waktu yang digunakan JPU hanya mencakup periode ketika Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan, yakni 2015-2023, sementara kebijakan impor gula berlangsung selama periode yang lebih panjang. “Ini sangat kami keberatan karena penyidikan seharusnya mencakup periode 2015-2023. Mengapa tempusnya hanya terfokus pada masa jabatan Pak Tom Lembong? Ini merupakan keberatan kami yang perlu dipertimbangkan majelis hakim,” tegas Ari.

Lebih lanjut, Ari menanyakan dasar hukum yang digunakan untuk mendakwa Lembong melanggar UU Tipikor, mengingat dakwaan tersebut berdasarkan UU Perlindungan Petani, UU Perlindungan Pangan, Permendag, dan Permen 117. Menurutnya, hal ini tidak selaras dengan pasal-pasal yang disebutkan dalam dakwaan. Ia juga menyoroti adanya beberapa Menteri Perdagangan lain yang menjabat dalam periode yang sama dan menjalankan kebijakan impor gula yang serupa. Pertanyaan mendasar yang diajukan Lembong sendiri adalah: “Kenapa hanya saya yang menjadi terdakwa, bahkan tersangka?”

Ketua majelis hakim, Dennie Arsan Fatrika, menyatakan bahwa keberatan Lembong dan kuasa hukumnya telah tercatat dalam eksepsi. Sidang selanjutnya akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan sela pada Kamis (13/3/2025).

Di luar ruang sidang, Lembong kembali menegaskan ketidakadilan yang ia rasakan. Ia menekankan bahwa penyidikan yang seharusnya mencakup periode 2015-2025 seharusnya juga melibatkan Menteri Perdagangan lain yang menjabat pada periode tersebut, mengingat kesamaan kebijakan impor gula yang diterapkan. “Jika memang perkara yang didakwa ini merujuk pada periode 2015 sampai 2023, maka Kejaksaan Agung harus konsisten dan tidak tebang pilih. Semua Menteri Perdagangan yang menjabat pada periode tersebut juga menjalankan kebijakan yang sama persis dengan saya, berdasarkan dasar hukum yang sama,” tegas Lembong.

Lembong juga membantah adanya penyelewengan atau pelanggaran hukum dalam kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan selama masa kepemimpinannya. Ia menyatakan bahwa dakwaan JPU merupakan upaya pemilihan sasaran secara tidak adil. “Tidak ada yang diselewengkan, tidak ada yang melanggar hukum. Ini seperti milih-milih,” ujarnya.

Sementara itu, dalam eksepsi yang dibacakan pada Kamis (6/3/2025), Ari Yusuf Amir juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan JPU membebaskan Lembong dari tahanan setelah putusan sela dibacakan. Ia juga meminta agar surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum karena Pengadilan Tipikor Jakarta dianggap tidak berwenang mengadili kasus ini. Selain itu, Ari menuding surat dakwaan tidak lengkap karena menggunakan harga patokan petani untuk menyimpulkan adanya kemahalan harga beli dan selisih keuntungan yang diterima perusahaan swasta importir gula. Pihak pembelaan juga meminta rehabilitasi dan pemulihan nama baik Lembong.

Eksepsi ini menandai babak krusial dalam persidangan, yang akan menentukan kelanjutan kasus dan nasib Tom Lembong.