Kisah Unik di Balik Layar Istana Bogor: Perintah Megawati dan 'Penculikan' Tukang Rujak Bebek

Kisah menarik terjadi di Istana Bogor pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004). Kala itu, Megawati memiliki kegemaran kuliner berupa cendol Elizabeth dan rujak bebek. Cendol bukan masalah karena penjualnya menetap. Namun, mencari penjual rujak bebek keliling menjadi tantangan tersendiri bagi staf istana.

Endang Sumitra, mantan staf protokol Istana Bogor yang bertugas sejak 1982 hingga 2018, mengenang sebuah kejadian unik. Suatu hari, Megawati secara mendadak ingin menikmati rujak bebek. Endang, di hadapan Presiden, menyatakan kesiapannya memenuhi permintaan tersebut. Namun, begitu keluar ruangan, ia kebingungan mencari penjual rujak bebek.

Kisah ini ia bagikan kepada sekitar 30 peserta napak tilas dalam rangka ulang tahun Bogor ke-543. Hadir dalam acara tersebut beberapa tokoh dari berbagai kalangan.

Dalam kepanikannya, Endang menghubungi Kasatlantas Polres Bogor dan meminta bantuan untuk menemukan penjual rujak bebek di lapangan. Tak disangka, dalam waktu singkat, seorang petugas mengabarkan bahwa mereka telah menemukan seorang penjual rujak yang mangkal di Pasar Ciawi dan siap mengantarkannya ke Batutulis.

"Saya mendengar cerita dari petugas, sepanjang perjalanan si penjual rujak itu menangis ketakutan. Mungkin dia merasa sedang diculik," ujar Endang, disambut tawa para hadirin. Penjual itu tidak tahu mengapa dirinya tiba-tiba dibawa oleh polisi.

Sesampainya di Istana, Endang segera meminta disiapkan air panas mendidih untuk mensterilkan peralatan si tukang rujak. Ia juga menyiapkan lap khusus untuk mengganti potongan sandal jepit yang biasa digunakan untuk melapisi alat tumbuk agar bumbu tidak muncrat. Ia berusaha mencegah hal-hal yang tidak berkenan di mata presiden.

Sebelum disajikan kepada Megawati, rujak bebek tersebut harus melalui pemeriksaan Tim Kesehatan Paspampres. Suara tumbukan bumbu rujak yang khas rupanya menarik perhatian Megawati. Ia keluar ruangan dan menghampiri Endang yang tengah mengawasi proses pembuatan rujak. "Ndang, rujak buat saya dibikin pedas ya," pinta Megawati.

Si tukang rujak, yang sedari tadi fokus pada pekerjaannya, terkejut melihat Megawati. Ia berulang kali bertanya, "Pak, itu Ibu Megawati? Itu Ibu Presiden, kan...?" Dari situlah ia mungkin menyadari mengapa dirinya tiba-tiba 'diculik' dari Pasar Ciawi.

Endang Sumitra sendiri berasal dari keluarga yang memiliki sejarah panjang bekerja di Istana. Ayah, kakek, dan buyutnya telah mengabdi sejak era Gubernur Jenderal Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer pada 1936-1942. Ayahnya bahkan pernah menjadi sopir pribadi Fatmawati, ibunda Megawati, setelah Fatmawati keluar dari Istana.

Kisah lain menceritakan bahwa paman Endang, Endi, bekerja di kediaman Ibu Hartini, istri Bung Karno. Ketika Bung Karno menetap di rumah peristirahatan 'Hing Puri Bima Sakti' di Batutulis pada 1967, Endi ditugaskan untuk menemaninya bersama tiga rekannya.

Abdullah Abubakar Batarfie, Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Al-Irsyad, menyebut Endang sebagai penjaga ingatan dan penutur kisah-kisah yang jarang terungkap, termasuk momen-momen haru di Istana dan ruang-ruang sunyi di dalamnya.