Rumah Subsidi Ukuran Mini: Pengamat Soroti Potensi Dampak Psikologis dan Standar Kelayakan

Rencana pemerintah untuk memperkecil ukuran rumah subsidi, bahkan hingga mencapai 14 meter persegi dalam usulan desain tertentu, menuai kritik tajam dari pengamat properti. Kekhawatiran utama yang diangkat adalah kelayakan hunian dan potensi dampak negatif terhadap kesehatan mental penghuninya.

Pengamat properti, Ali Tranghanda, menekankan bahwa standar ruang hunian yang ideal menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah minimal 9 meter persegi per orang. Dengan demikian, rumah berukuran 14 meter persegi dinilai tidak memadai, baik untuk individu lajang maupun keluarga.

"Rumah dengan luas 14 meter persegi akan sangat tidak nyaman bagi keluarga dengan lebih dari dua anggota," ujar Ali. "Sirkulasi udara dan pergerakan akan terhambat, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan fisik dan psikologis penghuni."

Kondisi rumah yang sempit dan padat, lanjut Ali, dapat memicu stres, tekanan mental, bahkan depresi. Terlebih lagi, bagi individu yang sudah menghadapi tekanan pekerjaan sehari-hari, pulang ke rumah yang tidak nyaman hanya akan memperburuk keadaan. Lebih lanjut Ali menilai bahwa ini akan menjadi kemunduran jika tujuannya menciptakan hunian yang layak bagi keluarga Indonesia.

Ali menyarankan pemerintah untuk lebih fokus pada pembangunan hunian vertikal seperti apartemen. Hunian vertikal dinilai lebih efektif dalam mengoptimalkan lahan yang terbatas dan mahal, terutama di perkotaan. Ia merekomendasikan pembangunan apartemen rendah dengan 3 hingga 5 lantai sebagai solusi alternatif.

Senada dengan Ali, pengamat properti Lukito Nugroho juga berpendapat bahwa rumah berukuran 14 meter persegi tidak memenuhi standar kelayakan yang ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Menurut Lukito, standar ideal adalah 9 meter persegi per orang, sehingga untuk dua orang diperlukan minimal 18 meter persegi.

"Jika kita berkaca pada standar di luar negeri, ukuran seperti itu dianggap tidak manusiawi," tegas Lukito.

Lukito menyoroti bahwa rumah subsidi seharusnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam jangka panjang. Jika rumah hanya berukuran 14 meter persegi, sangat kecil kemungkinan keluarga dapat tinggal dengan nyaman dalam jangka waktu yang lama.

"Jika keluarga merasa tidak nyaman tinggal di sana, rumah tersebut berpotensi ditinggalkan," kata Lukito. Ia juga mengkhawatirkan potensi beberapa keluarga tinggal bersama dalam satu rumah untuk mengatasi masalah keterbatasan ruang.

Lukito juga merekomendasikan pembangunan rumah vertikal di perkotaan untuk efisiensi penggunaan lahan. Rumah tapak, menurutnya, lebih cocok dibangun di luar kawasan perkotaan.

"Tujuannya adalah memindahkan orang-orang dari tempat tinggal kumuh ke tempat yang lebih layak," ujar Lukito. "Namun, jika ukuran rumah terlalu kecil, hal itu justru berpotensi menciptakan kondisi kumuh baru."

Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait meninjau mock up usulan desain rumah subsidi, termasuk desain dari James Riady (Lippo Group) yang salah satunya berukuran 14 meter persegi. Maruarar menekankan bahwa jika desain tersebut tidak memenuhi standar rumah subsidi, proyek komersial tetap dapat berjalan.