DPR RI Mediasi Sengketa Empat Pulau antara Aceh dan Sumatera Utara

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui Komisi II berencana memfasilitasi mediasi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh, dan Pemprov Sumatera Utara (Sumut) terkait sengketa kepemilikan empat pulau. Langkah ini diambil untuk mencari solusi komprehensif atas perselisihan yang dipicu oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.

Sengketa ini melibatkan empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan. Kemendagri mengklaim bahwa keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Klaim ini kemudian memicu reaksi dari Pemerintah Provinsi Aceh yang juga mengklaim kepemilikan atas pulau-pulau tersebut.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, menyatakan bahwa mediasi ini bertujuan untuk mencari solusi yang tepat berdasarkan asas kekeluargaan dan persatuan. Ia menekankan pentingnya menyelesaikan sengketa ini melalui musyawarah mufakat dan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa memicu provokasi perpecahan.

Lebih lanjut, Bahtra menyoroti bahwa konflik batas wilayah yang melibatkan pulau-pulau kecil bukan hanya masalah teknis, tetapi juga menyangkut aspek identitas, histori, ekonomi, sosial, dan sejarah. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus holistik, adil, partisipatif, serta menggabungkan hukum, teknologi geospasial, sejarah, dan dialog sosial.

Untuk menangani polemik ini, pemerintah disarankan untuk mengambil langkah-langkah berikut:

  • Menunda eksekusi Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 hingga dilakukan klarifikasi lapangan.
  • Membentuk Tim Klarifikasi Wilayah yang melibatkan Kemendagri, Pemprov Aceh dan Sumut, Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan DPR RI.
  • Melibatkan masyarakat lokal dan lembaga adat Aceh dalam proses verifikasi fakta.
  • Merevisi Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 jika terbukti secara yuridis dan historis bahwa keempat pulau tersebut milik Aceh.

Bahtra juga mengingatkan bahwa Kepmendagri tersebut tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18B (2), UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), serta PP No. 62 Tahun 2009 tentang Pemerintah Aceh.

Sengketa kepemilikan empat pulau ini telah berlangsung selama puluhan tahun. Keputusan Kemendagri terkait status pulau-pulau tersebut mendapat penentangan keras dari Gubernur Aceh, Muzakir Manaf. Pemprov Aceh mengklaim memiliki jejak historis di keempat pulau tersebut, sementara Pemprov Sumut berpegang pada hasil survei yang dilakukan oleh Kemendagri.

Konflik serupa juga terjadi di daerah lain di Indonesia, seperti kasus Pulau Talan dan Pulau Babi antara Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Maluku, kasus Muara Sungai Tambangan antara Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Selatan, serta kasus Pulau Semak Daun dan Pulau Cipir antara DKI Jakarta dan Banten. Hal ini menunjukkan bahwa sengketa batas wilayah merupakan isu kompleks yang memerlukan penanganan serius dan komprehensif.