Sengketa Empat Pulau Picu Reaksi di Aceh: Anggota DPR Soroti Potensi Konflik
Reaksi Masyarakat Aceh Terhadap Sengketa Empat Pulau
Keputusan pemerintah pusat terkait status empat pulau yang kini menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara memicu reaksi keras dari masyarakat Aceh. Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengungkapkan bahwa aspirasi penolakan terhadap keputusan tersebut semakin menguat di kalangan masyarakat Aceh. Mereka merasa bahwa secara historis dan administratif, pulau-pulau tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari Kabupaten Aceh Singkil.
"Jangan dibiarkan berlarut-larut. Karena di sana sudah mulai ada yang teriak-teriak di Aceh sana," ujar Doli, menyoroti eskalasi ketegangan di wilayah tersebut. Informasi ini diperolehnya dari berbagai sumber di Aceh, termasuk kerabat yang menyaksikan langsung bagaimana isu ini membangkitkan emosi masyarakat.
Upaya Pemerintah Aceh Menanggapi Persoalan
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, telah mengambil langkah cepat dengan mengumpulkan seluruh anggota DPR, DPD RI, serta DPRD Aceh untuk membahas strategi menghadapi sengketa ini. Menurut Doli, langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah Aceh dalam mempertahankan wilayahnya. Bahkan, tersiar kabar bahwa Muzakir Manaf menyampaikan pernyataan keras terkait potensi pengibaran dua bendera jika masalah ini terus berlanjut tanpa solusi yang adil.
Potensi Konflik dan Urgensi Penyelesaian
Ahmad Doli Kurnia menekankan pentingnya penyelesaian segera terhadap sengketa ini, mengingat sensitivitas isu batas wilayah. Pengalamannya dalam mengurus sengketa tapal batas antar desa di wilayah lain memberikan gambaran betapa berbahayanya konflik semacam ini. Bahkan dampak yang ditimbulkan bisa sampai pada konflik antar warga hingga tawuran dan memakan korban jiwa.
Aceh memiliki sejarah kelam dengan gerakan separatis GAM, yang berlangsung selama puluhan tahun. Oleh karena itu, penanganan sengketa wilayah harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari terulangnya konflik serupa. Doli berharap Menteri Dalam Negeri dapat segera mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah ini dalam waktu dekat.
Kejanggalan dalam Keputusan Pemerintah Pusat
Doli juga mengungkapkan keheranannya atas keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dianggap kontroversial. Menurutnya, keputusan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan mengabaikan fakta sejarah serta perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada tahun 1992, Gubernur Aceh dan Sumatera Utara telah menandatangani kesepakatan yang disaksikan oleh Mendagri saat itu, Jenderal Rudini, yang mengakui kepemilikan Aceh atas keempat pulau tersebut.
Posisi Aceh juga diperkuat oleh UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Undang-Undang Pemerintahan Aceh (PA), serta putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak gugatan Provinsi Sumatera Utara atas kepemilikan pulau-pulau tersebut. Doli mempertanyakan dasar pertimbangan hukum dan latar belakang Kemendagri dalam mengeluarkan keputusan yang mengubah status wilayah tersebut. Dia mendesak agar Kemendagri memberikan penjelasan yang transparan dan akuntabel.
Latar Belakang Sengketa
Sengketa empat pulau ini bermula dari Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Keputusan ini menetapkan bahwa Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan menjadi bagian dari wilayah Sumatera Utara. Pemerintah Provinsi Aceh mengeklaim memiliki bukti historis atas kepemilikan pulau-pulau tersebut, sementara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mendasarkan klaimnya pada hasil survei yang dilakukan oleh Kemendagri.