Dahlan Iskan Tempuh Jalur Hukum Terkait Dokumen di Jawa Pos Grup

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, yang dikenal sebagai tokoh sentral di balik kemegahan Jawa Pos Grup, kini mengambil langkah hukum yang mengejutkan. Beliau menggugat mantan perusahaannya tersebut, bukan karena sengketa saham atau jabatan, melainkan terkait kepemilikan dokumen. Gugatan ini diajukan di Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara 621/Pdt.G/2025/PN Sby, dan tercatat pada 10 Juni 2025.

Drama hukum ini bermula ketika Dahlan Iskan berupaya mengambil dokumen-dokumen yang ditinggalkannya di kantor Jawa Pos saat masih menjabat. Namun, upaya tersebut terhambat oleh birokrasi, dan dokumen-dokumen itu seolah menghilang. Meski berstatus sebagai pemegang saham minoritas dengan kepemilikan 10,2 persen, Dahlan Iskan merasa kesulitan untuk mendapatkan kembali dokumen-dokumen tersebut.

Upaya mediasi dan perundingan secara baik-baik telah ditempuh, namun tidak membuahkan hasil. Merasa haknya sebagai pemilik dokumen diabaikan, Dahlan Iskan akhirnya memutuskan untuk membawa permasalahan ini ke ranah hukum. Tindakan ini dinilai sebagai sebuah ironi, mengingat Dahlan Iskan adalah sosok yang membesarkan Jawa Pos menjadi media raksasa dengan oplah harian mencapai ratusan ribu eksemplar dan jaringan media yang luas di seluruh Indonesia.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan tokoh penting dalam dunia media dan menyoroti pentingnya hak kepemilikan dokumen, bahkan bagi seorang pendiri dan tokoh legendaris sekaliber Dahlan Iskan. Gugatan ini bukan sekadar sengketa hukum biasa, melainkan sebuah tragedi yang mencerminkan perubahan zaman dan kompleksitas hubungan antara individu dan korporasi. Perseteruan ini juga menjadi pengingat akan sejarah dan kontribusi Dahlan Iskan dalam memajukan dunia jurnalistik di Indonesia. Kasus ini menjadi ironi karena seseorang yang berjasa besar dalam membangun kerajaan media, justru harus berjuang untuk mendapatkan kembali dokumen-dokumen pribadinya. Proses hukum ini menjadi sebuah panggung sandiwara yang mempertontonkan bagaimana seorang tokoh legendaris dipaksa untuk meminta keadilan di pengadilan.

Adapun daftar pemegang saham Jawa Pos adalah sebagai berikut:

  • Graffiti: 49,04 persen
  • Eric Samola: 8,9 persen
  • Goenawan Mohammad: 7,2 persen
  • Dahlan Iskan: 10,2 persen

Peristiwa ini menjadi sebuah ironi dalam dunia jurnalistik. Dahulu, Dahlan Iskan mengajarkan bagaimana merangkai kata menjadi berita dan mencetak idealisme ke dalam lembaran koran. Sekarang, dia harus meminta bantuan pengadilan hanya untuk mendapatkan kembali dokumen-dokumen yang pernah ditinggalkannya. Dunia terus berputar, namun sejarah tetaplah keras kepala. Jika tinta adalah darah seorang jurnalis, maka kali ini darah tersebut tertumpah bukan di medan perang berita, melainkan di ruang sidang perdata.