Indonesia Dihadapkan pada Tantangan Pengendalian Tembakau di Tengah Forum Global WCTC 2025
Indonesia akan berpartisipasi dalam World Conference on Tobacco Control (WCTC) yang akan diselenggarakan di Dublin, Irlandia pada tanggal 20-25 Juni 2025 mendatang. Forum internasional ini mempertemukan para pemimpin negara, pejabat pemerintahan, dan aktivis pengendalian tembakau dari berbagai penjuru dunia untuk membahas isu krusial terkait pengendalian tembakau secara global.
Kehadiran perwakilan Indonesia, termasuk Menteri Kesehatan, diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam diskusi dan pertukaran informasi terkait strategi pengendalian tembakau yang efektif. WCTC memiliki arti penting dalam skala global karena menyoroti urgensi penanganan masalah konsumsi tembakau yang terus menjadi ancaman kesehatan masyarakat di berbagai negara. Data dari WHO menunjukkan bahwa konsumsi tembakau menyebabkan lebih dari delapan juta kematian setiap tahunnya, dan angka ini berpotensi meningkat jika tidak ada upaya pengendalian yang komprehensif.
Selain itu, WCTC menjadi platform bagi negara-negara untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam implementasi kebijakan pengendalian tembakau. Lebih dari 185 negara telah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi tembakau dan melindungi kesehatan masyarakat. Sayangnya, Indonesia menjadi satu-satunya negara besar yang belum menandatangani FCTC, sebuah ironi yang perlu menjadi perhatian serius.
Partisipasi Indonesia dalam WCTC menjadi momentum penting untuk merefleksikan tantangan kompleks yang dihadapi dalam pengendalian tembakau di dalam negeri. Tingginya prevalensi perokok di Indonesia, terutama di kalangan dewasa dan anak-anak, menjadi masalah yang sangat memprihatinkan. Lebih dari 32% populasi Indonesia adalah perokok, dan sekitar 7,4% anak-anak telah kecanduan nikotin. Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa masyarakat berpenghasilan rendah menjadi kelompok yang paling rentan terhadap konsumsi rokok, di mana mereka mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli rokok daripada makanan bergizi.
Konsekuensi dari tingginya konsumsi rokok sangatlah besar, terutama dalam hal kesehatan masyarakat. Penyakit tidak menular seperti jantung koroner, stroke, diabetes melitus, dan kanker menjadi semakin umum, dan biaya pengobatan penyakit-penyakit ini membebani sistem kesehatan nasional. Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa dana yang dialokasikan untuk pengobatan penyakit katastropik mencapai Rp 37 triliun pada tahun 2024, dan kematian akibat rokok mencapai sekitar 200.000 jiwa per tahun.
Mengingat urgensi masalah ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengendalikan konsumsi rokok, seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara lain. Regulasi yang ada, seperti PP No. 28/2024 tentang Kesehatan, perlu diimplementasikan secara efektif untuk memperkuat upaya pengendalian tembakau. Pemerintah juga perlu menyadari bahwa target bonus demografi 2030 dan Generasi Emas 2045 tidak akan tercapai hanya dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) saja, tetapi juga harus disertai dengan upaya pengendalian konsumsi tembakau yang komprehensif. Tingginya prevalensi konsumsi tembakau pada anak dan remaja akan menghambat efektivitas program MBG dan mengancam masa depan generasi penerus bangsa.
Untuk itu, partisipasi aktif dan komitmen yang kuat dari Indonesia dalam WCTC 2025 diharapkan dapat membuka jalan bagi implementasi kebijakan pengendalian tembakau yang lebih efektif dan komprehensif di tanah air. Dengan tindakan yang tepat, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif konsumsi tembakau terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian, dan masa depan bangsa.