Prabowo Turun Tangan dalam Sengketa Empat Pulau di Perbatasan Aceh-Sumatera Utara

Polemik kepemilikan empat pulau yang terletak di perbatasan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara memasuki babak baru. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan akan mengambil peran aktif dalam upaya penyelesaian sengketa yang telah berlangsung lama ini.

Komisi II DPR RI menyambut baik langkah yang diambil oleh Presiden Prabowo. Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Prabowo akan mengedepankan kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa dalam menyelesaikan masalah ini. Menurutnya, pengalaman dan kebijaksanaan Presiden Prabowo sangat dibutuhkan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Rifqinizamy menekankan bahwa penyelesaian sengketa ini tidak boleh hanya didasarkan pada pertimbangan administratif dan yuridis semata. Lebih dari itu, semangat kebersamaan dalam bingkai NKRI harus menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan. Komisi II DPR RI berharap Presiden Prabowo dapat segera mengambil langkah tegas dan memberikan kepastian hukum terkait status kepemilikan keempat pulau tersebut.

Sengketa ini bermula dari terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Dalam keputusan yang ditetapkan pada 25 April 2025 tersebut, keempat pulau yang sebelumnya diklaim milik Aceh, dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Keempat pulau yang menjadi objek sengketa adalah:

  • Pulau Lipan
  • Pulau Panjang
  • Pulau Mangkir Besar
  • Pulau Mangkir Kecil

Keputusan Mendagri ini memicu reaksi beragam dari kedua provinsi. Pemerintah Provinsi Aceh mengklaim memiliki bukti historis atas kepemilikan keempat pulau tersebut. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berpegang pada hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Kompleksitas permasalahan ini menuntut penyelesaian yang komprehensif dan bijaksana, dengan mengedepankan dialog dan musyawarah untuk mencapai mufakat.