Pengabdian Yuni: Merawat Jemaah Haji Lansia dengan Sentuhan Kasih di Tanah Suci

Di tengah kepadatan jutaan umat Muslim dari seluruh dunia yang memadati Makkah, Yuni Puspita Sari, seorang bidan dan dosen di Universitas Pertahanan, memilih jalan pengabdian yang luar biasa. Ia menjadi bagian dari tim safari wukuf pada musim haji 2025, sebuah pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam dalam hidupnya.

"Saya yang meminta untuk menjadi petugas safari wukuf," ungkap Yuni kepada tim Media Center Haji (MCH), menggambarkan semangatnya untuk melayani.

Yuni, bersama 119 petugas lainnya, mendedikasikan diri untuk mendampingi jemaah lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki kebutuhan khusus selama puncak ibadah haji yang berlangsung pada 1-10 Juni. Tugas ini bukan tanpa tantangan, namun Yuni merasa terpanggil untuk memberikan yang terbaik.

Kisah-Kisah Menyentuh Hati di Hotel Jemaah

Selama sepuluh hari di hotel, Yuni tidak hanya memberikan perawatan fisik, tetapi juga menjadi teman bicara, penghibur, dan bahkan keluarga bagi para jemaah. Dari 477 jemaah yang ia dan timnya layani, terdapat beragam kisah unik dan mengharukan.

Salah satunya adalah kisah Nenek Rosidah, atau yang akrab disapa "Nenek Rudi". Meskipun usianya sudah lebih dari 70 tahun dan menderita demensia, Nenek Rosidah justru menjadi sumber keceriaan. Ia sering kali secara tidak sengaja mengambil barang atau kunci milik jemaah lain dan membuangnya ke tempat sampah, terkadang dengan bantuan sahabatnya, Nenek Maria, yang juga mengalami kondisi serupa.

"Kami harus mencari barang-barang yang dibuang di tempat sampah dan mengembalikannya kepada pemiliknya," kenang Yuni sambil tersenyum.

Nenek Rosidah dikenal sangat aktif. Meskipun sering diingatkan oleh petugas, ia tidak pernah marah. "Ia selalu merasa senang," kata Yuni.

Selain itu, ada juga seorang jemaah pria yang gemar berpidato, yang diduga dulunya adalah seorang guru. Ada pula seorang petani yang ternyata seorang hafidz, dengan fasih melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Setiap jemaah membawa kisah dan latar belakangnya masing-masing, menjadikan pelayanan ini sebagai pengalaman membuka lembaran kehidupan yang penuh makna.

Merawat dengan Hati, Menganggap Seperti Orang Tua Sendiri

Sebagai petugas, Yuni siap sedia 24 jam penuh. Tugasnya meliputi menyuapi makanan, membantu jemaah buang air, mengganti popok, menggendong, memapah, hingga mencucikan pakaian. Ia dan timnya memberikan yang terbaik untuk memastikan kenyamanan dan kesehatan para jemaah.

"Menjadi petugas haji adalah impian banyak orang. Selain bisa beribadah, yang terpenting adalah melayani jemaah. Ibadah haji adalah bonus," ujar Yuni.

Untuk menjaga kebugaran para lansia, Yuni bahkan mengajak mereka untuk melakukan senam ringan setiap pagi. Hasilnya sangat menggembirakan. Beberapa jemaah yang awalnya hanya bisa duduk, perlahan-lahan mampu berjalan.

Yuni dan timnya juga berusaha memenuhi setiap kebutuhan jemaah, mulai dari permintaan rempeyek, bubur, hingga buah anggur. Dapur logistik selalu siap membantu, memberikan perhatian kecil yang sangat berarti bagi para lansia.

"Ada yang meminta anggur, bubur, atau rempeyek. Untungnya, dapur selalu sigap memenuhi permintaan tersebut," kata Yuni.

Malam-malam di hotel seringkali diisi dengan sesi curhat. Para jemaah yang datang sendiri tanpa pendamping sering merasa kesepian. Mereka ingin bercerita, ingin didengarkan, ingin menelpon anak atau cucu di rumah. Yuni dengan sabar menjadi jembatan antara kerinduan dan kenyataan.

"Kami mencurahkan semua kemampuan kami, merawat mereka seperti orang tua sendiri. Dengan begitu, keadaan mereka menjadi lebih baik," tuturnya.

Wukuf di Arafah: Momen Penuh Haru

Puncak ibadah haji tiba. Yuni dan para petugas mendampingi jemaah menuju Arafah dengan bus. Di sana, mereka memandikan, memakaikan pakaian ihram, memberikan vitamin, dan membimbing doa selama sekitar satu jam.

Saat pembimbing doa melantunkan doa-doa yang penuh makna di Padang Arafah, tempat yang diyakini sebagai tempat mustajab untuk berdoa, satu per satu jemaah mulai menangis. Mereka menengadah ke langit, memohon ampunan, mengenang dosa-dosa, dan bersyukur atas kesempatan untuk berada di tempat yang suci ini.

"Ketika petugas bimbingan ibadah memandu doa di Arafah dan mengatakan bahwa Arafah adalah tempat doa yang mustajab, mereka langsung berdoa dengan menangis, merenungi dosa dan mensyukuri nikmat Allah. Kami sangat terharu," kata Yuni.

Setelah wukuf, perjalanan dilanjutkan ke Muzdalifah untuk murur, lalu kembali ke hotel. Untuk menyempurnakan ibadah para jemaah, para petugas seperti Yuni juga mendapat amanah untuk mewakilkan lontar jumrah dan membantu tawaf ifadah.

"Setiap dari kami bertugas mewakilkan lontar jumrah untuk 4-5 jemaah. Kami merasa sangat senang diberikan kepercayaan untuk melayani mereka," ungkapnya.

Meski sepuluh hari itu penuh dengan tantangan dan emosi, Yuni tidak menganggapnya sebagai beban. Ia justru menganggapnya sebagai sebuah anugerah. Ia berharap agar semakin sedikit jemaah safari wukuf di masa depan, karena hal itu menandakan bahwa semakin banyak lansia yang dapat menjalankan ibadah haji dalam keadaan sehat.

"Semakin sedikit jemaah safari wukuf, akan semakin berhasil penyelenggaraan haji, karena lansia yang berhaji dalam keadaan sehat," pungkas Yuni.