Maluku Utara Mengincar Pendapatan dari Pajak Produk Smelter Demi Pembangunan Infrastruktur

Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, tengah berupaya memperjuangkan pembagian keuntungan yang lebih besar bagi provinsinya dari sektor pertambangan, khususnya nikel. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat anggaran daerah sehingga dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang mendesak di Maluku Utara.

Dalam dialog yang diselenggarakan belum lama ini, Gubernur Sherly mengungkapkan bahwa Maluku Utara telah mengajukan permohonan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait Dana Bagi Hasil (DBH). Saat ini, DBH yang diterima Maluku Utara berasal dari produk nikel, khususnya bijih nikel (ore). Data menunjukkan bahwa pada tahun 2024, nilai bijih nikel yang diekspor dari Maluku Utara mencapai sekitar Rp 54 triliun.

Dari total nilai tersebut, pemerintah pusat menerima royalti, yang kemudian sebagian dikembalikan ke daerah. Daerah menerima 80 persen dari royalti tersebut, yang kemudian dibagi antara 10 kabupaten/kota dan provinsi. Namun, Gubernur Sherly menyayangkan bahwa hingga saat ini, Maluku Utara belum menerima bagian dari pajak produk smelter.

"Perhitungan sudah sesuai, namun yang belum kita dapatkan adalah bagian dari pajak produk smelter," ujarnya.

Gubernur Sherly berharap agar di masa depan, ada undang-undang yang secara khusus mengatur pembagian pajak dari produk smelter. Keberadaan regulasi ini akan memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pendapatan daerah, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan di Maluku Utara.

"Mudah-mudahan ke depan ada regulasi yang mengatur, sehingga kita bisa menerima lebih banyak. Karena pekerjaan rumah infrastruktur yang harus dibangun sangat banyak," imbuhnya.

Maluku Utara mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia pada kuartal I 2025, mencapai sekitar 34 persen, hanya berada sedikit di atas Papua Barat. Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Maluku Utara hanya sekitar Rp 3,3 triliun, dengan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,2 triliun, yang sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai.

Mengingat DBH terkait erat dengan undang-undang dan berada di luar kendali daerah, Gubernur Sherly menekankan pentingnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Saat ini, PAD dan DBH Maluku Utara hampir mencapai Rp 1 triliun. Peningkatan PAD menjadi prioritas utama dalam lima tahun ke depan.

"Satu-satunya cara untuk memperkuat fiskal kita adalah dengan meningkatkan PAD, karena saat ini kita termasuk provinsi dengan fiskal lemah," pungkasnya.

Inisiatif ini menjadi krusial mengingat kebutuhan infrastruktur yang mendesak di Maluku Utara. Dengan potensi sumber daya alam yang besar, optimalisasi pendapatan daerah melalui regulasi yang jelas dan peningkatan PAD menjadi kunci untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di wilayah tersebut.