Aset Keluarga Lukminto Terancam Lelang dalam Pusaran Pailit Sritex
Raksasa tekstil PT Sritex yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah, masih bergulat dengan proses pailit yang kompleks. Dalam perkembangan terbaru, keluarga Lukminto, pendiri perusahaan tersebut, melayangkan gugatan terhadap tim kurator yang bertugas menangani aset perusahaan. Keluarga Lukminto menuding kurator telah memasukkan aset pribadi mereka ke dalam daftar aset PT Sritex yang akan dilelang. Hal ini memicu sengketa hukum yang kini bergulir di Pengadilan Niaga Semarang.
Sengketa ini mencuat ke permukaan dalam serangkaian persidangan di Pengadilan Niaga Semarang. Gugatan resmi diajukan pada 15 Mei lalu, dan proses persidangan telah berjalan beberapa kali hingga mencapai agenda pembuktian dari pihak penggugat, yaitu keluarga Lukminto. Dalam sidang yang digelar pada Rabu (11/6), kuasa hukum keluarga Lukminto, Fariz Hamdi Siregar, menyatakan ketidaksetujuan kliennya atas tindakan kurator yang dianggap telah melampaui batas. Menurut mereka, kurator seharusnya hanya menyertakan aset milik PT Sritex yang telah dinyatakan pailit, bukan aset pribadi keluarga pendiri.
Fariz Hamdi Siregar menegaskan bahwa tindakan kurator memasukkan aset pribadi keluarga dalam daftar lelang adalah sebuah kekeliruan yang harus dilawan. Lebih dari seratus bukti diajukan dalam persidangan tersebut, termasuk di antaranya Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menjadi bukti kepemilikan aset pribadi. Pihak keluarga berencana untuk melengkapi bukti-bukti tambahan pada persidangan berikutnya.
"Klien kita merasa asetnya ini aset pribadi. Kenapa dimasukkan dalam bundle pailit? Jadi dia merasa tidak terima," ujar Fariz usai sidang di PN Semarang.
Jumlah total bukti yang diajukan pada sidang tersebut mencapai 115 dokumen. Kuasa hukum keluarga Lukminto berencana menambahkan bukti baru, sehingga total bukti yang akan diajukan mencapai sekitar 152 dokumen.
Menanggapi gugatan tersebut, kuasa hukum kurator, Satria, menjelaskan bahwa proses yang sedang berjalan saat ini masih sebatas pembuktian dari pihak penggugat. Pihaknya belum memberikan tanggapan atau pembuktian dari pihak tergugat. Satria juga menegaskan bahwa proses penghitungan harta pailit yang telah dilakukan oleh kurator telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kalau dari kurator sudah tepat, sudah sesuai undang-undang. Kalau selebihnya tanyakan kepada yang bersangkutan," tegasnya.
Satria enggan memberikan komentar lebih jauh mengenai dampak gugatan ini terhadap proses pembayaran pesangon kepada para kreditur, dengan alasan proses hukum masih berjalan.
Nomor perkara gugatan ini adalah 9/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2025/PN Niaga Smg. Adapun kurator Sritex yang menjadi tergugat adalah Denny Ardiansyah, Nur Hidayat, Fajar Romy Gumilar, dan Nurma Candra Yani Sadikin.
Sebelumnya, pihak kurator masih melakukan inventarisasi aset-aset milik PT Sritex. Salah satu kurator, Denny Ardiansyah, memperkirakan bahwa proses inventarisasi ini baru akan selesai pada akhir Juni. Saat ini, proses penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sedang berlangsung.
"Saat ini proses penilaian dari KJPP sedang berlangsung, kami upayakan segera selesai. Yang pertama kami bereskan stok bahan baku, kendaraan, dan aset benda bergerak. Pada tahap kedua, baru kita lakukan penjualan gedung atau pabrik beserta mesinnya secara paket," ujar Denny.
Kurator menargetkan penilaian KJPP terhadap benda bergerak milik Sritex selesai pada akhir Juni 2025. Setelah itu, aset-aset tersebut akan didaftarkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk proses lelang.
"Target penilaian untuk benda bergerak insya Allah Juni akhir, harusnya sudah selesai. Sehingga Juli awal kita sudah bisa daftar di KPKNL untuk penjualannya," imbuhnya.