Sengketa Empat Pulau di Aceh: Prabowo Turun Tangan Setelah Puluhan Tahun Perselisihan Wilayah

Persoalan kepemilikan empat pulau di Provinsi Aceh, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, memasuki babak baru setelah Presiden RI, Prabowo Subianto, mengambil alih penanganan kasus ini. Sengketa wilayah ini telah berlangsung lama, bahkan sejak tahun 2008 ketika tim nasional pembakuan nama rupabumi melakukan pendataan di Sumatera Utara dan Aceh.

Sengketa bermula saat tim nasional yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, dan Badan Informasi Geospasial (BIG) melakukan verifikasi pulau-pulau di Sumatera Utara dan Aceh. Hasil verifikasi ini kemudian menjadi dasar bagi Kementerian Dalam Negeri untuk menerbitkan peraturan dan keputusan yang memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Keputusan ini memicu protes dari Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil sejak tahun 2017. Mereka berpendapat bahwa pulau-pulau tersebut secara historis dan administratif merupakan bagian dari wilayah Aceh. Pemerintah Aceh Singkil bahkan telah melakukan pembangunan fasilitas di keempat pulau tersebut menggunakan dana APBD.

Kontroversi semakin memanas dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 58 Tahun 2021 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022, yang kemudian direvisi dengan Kepmendagri Nomor 100.1.1-6117 tahun 2022. Meskipun demikian, lampiran Kepmendagri tersebut tetap mempertahankan status keempat pulau sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara.

Di tengah perseteruan ini, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengeluarkan Peraturan Kepala BIG Nomor 51 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Indonesia tanpa menyebutkan provinsi atau kabupaten tertentu. Hal ini semakin menambah kebingungan dan ketidakpastian mengenai status kepemilikan pulau-pulau tersebut.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tiga dosen Politeknik STIA LAN Jakarta, yaitu Ardi Eko Wijoyo, Neneng Sri Rahayu, dan Hamka, menemukan fakta baru yang mengejutkan. Mereka menemukan Surat Kepala Inspeksi Agraria Tahun 1965 yang menyatakan bahwa keempat pulau tersebut didaftarkan di Kantor Agraria Daerah Istimewa Aceh atas nama Teuku Daud bin Teuku Radja Udah. Bahkan, ditemukan bukti bahwa petani dari Tapanuli Tengah menyewa lahan di pulau-pulau tersebut untuk berkebun.

Selain itu, terdapat kesepakatan bersama tahun 1992 yang mempedomani peta Jantop TNI AD tahun 1978 sebagai acuan penegasan batas daerah antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Pemerintah Aceh Singkil juga aktif membangun fasilitas di keempat pulau tersebut menggunakan dana APBD, sementara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah tidak melakukan pembangunan apapun.

Sumatera Utara sendiri mendasarkan klaimnya pada hasil verifikasi timnas Pembakuan Rupabumi tahun 2008 yang memasukkan keempat pulau ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. Namun, di lapangan tidak ditemukan adanya pembangunan atau pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kini, dengan turun tangannya Presiden Prabowo Subianto, diharapkan sengketa kepemilikan empat pulau di Aceh ini dapat segera diselesaikan secara adil dan bijaksana. Presiden Prabowo dijadwalkan akan memberikan keputusan terkait masalah ini dalam waktu dekat. Pemerintah Aceh sendiri telah menyiapkan data dan referensi lengkap, bahkan sejak zaman Belanda, untuk membuktikan bahwa keempat pulau tersebut adalah milik Aceh.

Runtutan Data Kepemilikan Pulau Versi Sumut: * Sumatera Utara merujuk pada hasil verifikasi timnas Pembakuan Rupabumi tanggal 14 - 16 Mei 2008. * Hasil verifikasi memasukkan keempat pulau ke dalam cakupan wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah. * Namun hasil di lapangan tidak didapatkan bentuk pembangunan, pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maupun Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan bukti dokumen yang nyata.

Kronologi singkat: * Tahun 2018 Surat Mendagri Nomor 136/046/BAK tanggal 4 Januari 2018, hal Tanggapan Atas Surat Gubernur Sumatera Utara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah tidak mengelola keempat pulau tersebut, tidak melakukan pembangunan maupun fasilitasi pelayanan karena dianggap merupakan pulau tidak berpenghuni. * Tahun 2022 Lalu surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 125/6614 tanggal 14 Juni 2022 perihal keberadaan empat pulau di Provinsi Sumatera Utara dan penjelasan tidak ada masyarakat dalam empat pulau tersebut. * Lalu keluar Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 Tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau Tahun 2021. Surat ini memasukkan empat pulau ke Provinsi Sumatera Utara.