Kisah Perjuangan Melawan Kanker Vagina: Dua Wanita Berbagi Pengalaman Awal dengan Perdarahan Pasca Hubungan Seksual
Kanker vagina, sebuah kondisi medis langka yang menyerang saluran otot penghubung rahim dan bagian luar tubuh wanita, ditandai dengan pertumbuhan sel abnormal yang tak terkendali. Meskipun pada stadium awal seringkali tanpa gejala, seiring perkembangan penyakit, berbagai manifestasi klinis dapat muncul, mengganggu kualitas hidup penderitanya.
Beberapa gejala yang patut diwaspadai meliputi perdarahan vagina di luar siklus menstruasi normal, terutama setelah menopause atau aktivitas seksual, keputihan abnormal, munculnya benjolan atau massa di area vagina, rasa sakit saat buang air kecil, peningkatan frekuensi buang air kecil, sembelit, dan nyeri panggul yang persisten.
Berikut adalah kisah dua wanita yang berbagi pengalaman mereka dalam menghadapi kanker vagina:
Jane: Perdarahan dan Nyeri yang Mengkhawatirkan
Jane, seorang wanita berusia 46 tahun dari Australia, mengalami kejutan yang tidak menyenangkan ketika ia mengalami perdarahan setelah berhubungan intim dengan suaminya. Kekhawatiran mendorongnya untuk mencari bantuan medis.
"Dokter umum menyarankan saya untuk melakukan USG dan merujuk saya ke dokter kandungan. Namun, saya harus menunggu dua bulan untuk mendapatkan janji temu," kenang Jane. Masa penantian ini diwarnai dengan stres dan kecemasan, diperburuk oleh perdarahan berkelanjutan dan rasa nyeri yang mengganggu di area vagina.
Setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan, Jane dirujuk ke dokter kandungan onkologi. Serangkaian pemeriksaan, termasuk biopsi, MRI, dan PET scan, mengungkapkan massa di dinding vaginanya. Diagnosis kanker SCC yang tumbuh cepat dan belum menyebar di luar vagina menjadi pukulan berat baginya.
Jane menjalani kemoradiasi selama 5-6 minggu, diikuti dengan brakiterapi interstisial. Perjalanan pengobatan ini menjadi tantangan tersendiri, namun Jane bertekad untuk melawan penyakit ini.
Sarah: Bercak Darah yang Semakin Intensif
Sarah, seorang wanita asal Amerika Serikat, didiagnosis kanker vagina pada usia 38 tahun. Gejala awalnya sangat halus, hanya berupa bercak darah setelah berhubungan seksual.
"Saya mulai melihat adanya bercak setelah berhubungan intim. Itu tidak normal bagi saya, dan karena histerektomi sebelumnya, saya tidak lagi mengalami menstruasi," jelas Sarah.
Awalnya, bercak darah tersebut hanya sedikit, namun kondisinya memburuk seiring waktu, hingga Sarah mengalami perdarahan sepanjang hari dan harus menggunakan pembalut.
"Selain perdarahan yang tidak biasa, saya tidak mengalami gejala lain, tidak merasakan perih, dan saya merasa sehat-sehat saja," ungkapnya.
Karena perdarahan yang semakin parah dan tidak biasa, Sarah memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter umum. Setelah menjalani Pap Test dan tes Human Papillomavirus (HPV), ia dirujuk ke dokter spesialis onkologi ginekologi untuk kolposkopi dan pemeriksaan lebih lanjut.
Hasil pemeriksaan mengungkapkan adanya benjolan sebesar telur di vagina Sarah, yang menjadi penyebab perdarahan. Biopsi mengkonfirmasi bahwa benjolan tersebut adalah kanker yang teralokasi, yang berarti belum berdampak pada organ panggul lainnya. Sarah menjalani pengobatan dan perawatan intensif untuk mengecilkan dan membunuh sel-sel kanker tersebut.
Kisah Jane dan Sarah menjadi pengingat penting tentang pentingnya kesadaran terhadap kesehatan reproduksi wanita dan deteksi dini kanker vagina. Perdarahan abnormal setelah berhubungan seksual atau di luar siklus menstruasi normal harus segera diperiksakan ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.