Proyek Tangki Air Raksasa Depok Menuai Kontroversi: Ancaman Longsor dan Tuduhan Korupsi
Proyek Tangki Air 10 Juta Liter di Depok Diwarnai Protes Warga dan Tuduhan Korupsi
Pembangunan tangki air berkapasitas 10 juta liter di Perumahan Pesona Depok Estate II, RW 26 Mekarjaya, Depok, Jawa Barat, menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Proyek yang diperkirakan menelan biaya setengah triliun rupiah ini diwarnai protes keras dari warga sekitar yang khawatir akan dampak negatifnya, terutama ancaman tanah longsor dan banjir lumpur. Keberadaan tangki yang kondisinya dilaporkan miring, bahkan sebelum diisi air, semakin memperkuat kekhawatiran tersebut.
Didik J. Rachbini, perwakilan warga RW 26, mengungkapkan penolakan terhadap proyek ini telah berlangsung sejak tahun 2020, sempat vakum, dan kini kembali mencuat. Ia menekankan bahwa analisis teknis dari Universitas Indonesia (UI) telah mengidentifikasi sejumlah cacat serius dalam desain, pemilihan jenis tanah, dan konstruksi tangki. Laporan UI tersebut, menurut Rachbini, menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk melibatkan warga terdampak dalam upaya penguatan struktur tangki demi menjamin keamanan dan keselamatan mereka. Rachbini, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina, menjelaskan bahwa cacat teknis yang ditemukan telah menyebabkan tanah longsor dan banjir lumpur yang merugikan warga setempat sejak tangki mulai dibangun pada tahun 2022. Lebih lanjut, ia menyoroti ketidakstabilan struktur tangki yang diakibatkan oleh jenis tanah yang berubah sifat sesuai musim, menjadi tanah liat saat hujan dan kering saat kemarau, sehingga menyebabkan kemiringan dan retakan pada bangunan. Posisi tangki yang berada di atas atap perumahan warga dengan jarak hanya 6-7 meter dari batas properti warga semakin meningkatkan risiko bahaya.
Analisis Teknis UI Menunjukkan Cacat Fatal:
- Desain tangki yang bermasalah.
- Pemilihan jenis tanah yang tidak tepat.
- Konstruksi yang kurang memadai.
- Ketidakmampuan PDAM melakukan penguatan struktur karena sifat tanah yang berubah-ubah.
Rachbini juga mengecam pembangunan tangki yang dilakukan oleh PDAM dan Pemkot Depok tanpa mempertimbangkan hak-hak warga terdampak. Ia menuding proyek tersebut telah menyebabkan kerugian lingkungan berupa berkurangnya penyerapan air, longsor, dan kerusakan tembok pembatas perumahan. Ia menegaskan bahwa warga bukannya menolak pembangunan untuk kepentingan umum, melainkan menuntut proses pembangunan yang sesuai dengan norma dan memperhatikan aspek lingkungan dan keselamatan warga. Rachbini berharap Wali Kota Depok yang baru, Supian Suri, dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dapat merelokasi proyek dan melakukan audit terhadap anggaran proyek yang diduga kuat sarat korupsi.
Reaksi Warga dan Pejabat:
Protes warga terhadap proyek ini semakin meluas. Dalam sebuah video yang beredar, warga terlihat berteriak “Tolak, tolak water tank!”, menunjukkan penolakan mereka yang kuat terhadap proyek tersebut. Sejumlah pertemuan dengan pejabat Pemkot Depok, termasuk Kepala Dinas Rumkim, Bappeda Depok, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perizinan, Camat Pancoran Mas, dan Lurah Mekarjaya, juga diwarnai protes keras dari warga karena merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penandatanganan izin proyek tersebut. Warga mempertanyakan keabsahan izin dan menuntut transparansi dalam pengelolaan proyek yang berpotensi menimbulkan kerugian dan mengancam keselamatan jiwa.
Kejadian ini menyorot pentingnya partisipasi publik dan kajian lingkungan yang komprehensif dalam proyek pembangunan infrastruktur berskala besar untuk menghindari konflik dan kerugian yang lebih besar di masa mendatang.