KPAI Desak Perlindungan Intensif bagi Korban Kekerasan Anak di Kebayoran Lama

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerukan perlindungan khusus bagi MK, seorang anak yang menjadi korban dugaan penyiksaan di kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. KPAI menekankan pentingnya menjauhkan MK dari orang tuanya jika terbukti mereka adalah pelaku kekerasan.

Desakan ini didasarkan pada Pasal 59 Undang-Undang Perlindungan Anak, yang mengamanatkan perlindungan khusus bagi anak-anak yang menjadi korban penelantaran dan kekerasan. Komisioner KPAI, Kawiyan, menjelaskan bahwa kondisi MK memenuhi kriteria sebagai anak yang mengalami kekerasan fisik, psikis, dan penelantaran. Bahkan, ada indikasi eksploitasi yang sedang diselidiki oleh Bareskrim Polri. Oleh karena itu, menurut Kawiyan, MK berhak mendapatkan perlindungan khusus sesuai dengan amanat undang-undang.

Sesuai dengan Pasal 59A huruf a dan b UU Perlindungan Anak, KPAI mendorong penanganan cepat terhadap MK, termasuk pemberian pengobatan atau rehabilitasi fisik, psikis, dan sosial. Pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan juga menjadi prioritas. Selain itu, anak tersebut membutuhkan pendampingan psikososial yang berkelanjutan hingga proses pemulihan selesai.

KPAI menekankan bahwa tanggung jawab atas perlindungan MK berada di tangan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya. Negara memiliki kewajiban untuk merawat MK hingga pulih sepenuhnya. Pemulihan bukan berarti serta merta mengembalikan anak tersebut ke lingkungan asalnya. Keputusan mengenai hal ini akan sangat bergantung pada hasil penyelidikan polisi terkait keterlibatan orang tua dalam kasus kekerasan ini.

"Jika terbukti orang tua adalah pelaku kekerasan dan penelantaran, maka MK harus dijauhkan dari mereka," tegas Kawiyan. Ia menambahkan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak harus dihukum sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 76B UU Perlindungan Anak melarang penelantaran anak dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan/atau denda Rp 100 juta. Sementara itu, Pasal 76C melarang kekerasan terhadap anak, dengan ancaman hukuman maksimal 3,5 tahun penjara dan/atau denda Rp 72 juta. Jika korban mengalami luka berat, hukuman dapat ditingkatkan menjadi maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

KPAI menegaskan bahwa kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama dalam penanganan kasus ini. Jika orang tua terbukti sebagai pelaku kekerasan, MK harus ditempatkan di lingkungan yang aman dan kondusif. Opsi penempatan dapat berupa keluarga terdekat yang mampu menjamin keamanan MK, atau di rumah aman atau panti milik negara jika tidak ada keluarga yang memenuhi syarat.

Kasus MK terungkap pada hari Rabu (11/6) lalu, ketika ia ditemukan dalam kondisi mengenaskan dengan luka-luka di tubuhnya. MK segera mendapatkan perawatan medis di RSUD Kebayoran Lama dan kemudian dipindahkan ke RS Polri Kramat Jati. Ironisnya, hingga saat ini belum ada keluarga yang menjenguknya.

MK ditemukan oleh warga yang awalnya mengira ia hanya menumpang tidur. Namun, kecurigaan muncul ketika petugas Satpol PP Kebayoran Lama menemukan luka-luka di tubuhnya saat berpatroli. Kondisi MK sangat memprihatinkan, dengan patah tulang dan bekas luka bakar di wajahnya. Anak tersebut mengaku telah disiksa oleh ayahnya, yang diduga telah meninggalkannya. Pihak berwajib masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran kasus ini dan memastikan perlindungan bagi MK.