Penolakan Survei Migas di Kangean Menguat, Aktivis Serukan Prioritaskan Ekologi
Gelombang penolakan terhadap rencana survei seismik tiga dimensi (3D) di perairan dangkal West Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, semakin menguat. Sejumlah organisasi masyarakat (ormas) di Pulau Kangean menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait potensi dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) tersebut.
Survei seismik ini merupakan bagian dari proyek eksplorasi yang akan dijalankan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bekerja sama dengan PT Kangean Energy Indonesia (KEI). Namun, rencana ini menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Ketua Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU) Pulau Kangean, Ahmad Sayuti, menyatakan bahwa survei seismik tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan dan keadilan ekologis. Ia menekankan bahwa kegiatan ini berpotensi merusak ekosistem laut dan daratan, serta berdampak negatif pada kehidupan masyarakat setempat.
"Eksploitasi sumber daya alam yang mengabaikan kelestarian lingkungan hanya akan mewariskan krisis ekologis bagi generasi mendatang," tegas Sayuti.
Senada dengan Sayuti, Ketua Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PC PM) Kecamatan Arjasa, Fadli, mengingatkan bahwa laut memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Kangean, bukan hanya sebagai sumber ekonomi, tetapi juga sebagai bagian dari peradaban dan identitas kolektif. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan akan meninggalkan kerusakan lingkungan yang signifikan bagi masa depan.
Fadli juga menyoroti pengalaman masa lalu, di mana kegiatan eksplorasi migas sejak 1985, khususnya di wilayah Pagerungan Besar, telah meninggalkan dampak yang dirasakan hingga kini. Ia mendesak perusahaan migas untuk tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, tetapi juga menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.
"Selama ini, sebagian warga bahkan terpaksa menjadi tenaga kerja migran ke luar negeri akibat menurunnya kualitas hidup di kampung halaman," ungkap Fadli.
Meski demikian, Fadli menegaskan bahwa penolakan ini bukanlah bentuk anti-pembangunan. Masyarakat Kangean mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan memperhatikan kepentingan mereka, serta tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Manajer Public and Government Affairs (PGA) KEI, Kampoi Naibaho, menyatakan bahwa aspek lingkungan hidup akan menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kegiatan seismik. Ia menjelaskan bahwa survei seismik 3D merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menemukan cadangan migas baru di tengah penurunan produksi saat ini.
"Kegiatan seismik merupakan tahapan awal dari proses eksplorasi migas," ujar Kampoi.
Kampoi menambahkan bahwa data seismik yang diperoleh diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geologi, sehingga dapat mengevaluasi prospek lapangan migas baru. KEI juga mengklaim telah melakukan sosialisasi terkait survei seismik secara bertahap, mulai dari tingkat provinsi hingga desa, dengan pendampingan dari Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimka).