Polemik Ijazah Jokowi: Tim Hukum Presiden Tanggapi Desakan Gelar Perkara Khusus
Desakan Tim Pembela Ulama & Aktivis (TPUA) agar Polri menggelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden Joko Widodo, mendapat respons dari tim hukum sang presiden. Pihak Jokowi menilai permintaan tersebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap klien mereka.
TPUA sebelumnya mendatangi Bareskrim Polri pada 26 Mei 2025, menyampaikan keberatan atas hasil gelar perkara sebelumnya yang berujung pada penghentian penyelidikan kasus tersebut. Rizal Fadhillah, Wakil Ketua TPUA, menyatakan keberatan tersebut dituangkan dalam 26 poin. Salah satu poin yang disoroti adalah dugaan cacat hukum dalam penghentian penyelidikan, serta proses penyelidikan yang dianggap tidak tuntas. TPUA berpendapat penyidik seharusnya meminta keterangan dari ahli yang disertakan dalam bukti yang diajukan, termasuk dosen pembimbing skripsi Jokowi.
TPUA juga mengkritik kesimpulan penyidik yang menyatakan ijazah Jokowi asli. Rizal menilai kesimpulan tersebut tendensius dan menyesatkan, karena pemeriksaan yang dilakukan hanya fokus pada identifikasi ijazah, bukan keasliannya. Ia juga mempertanyakan metode pemeriksaan yang dilakukan Bareskrim, yang dianggap tidak ilmiah karena hanya mengandalkan pengamatan visual.
Rizal menegaskan desakan gelar perkara khusus bukan sekadar karena ketidakpuasan, melainkan didasari oleh aturan Perkapolri yang memungkinkan gelar perkara khusus jika kasus tersebut menjadi perhatian publik. TPUA merasa gelar perkara sebelumnya tidak optimal, tidak terbuka, dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan penghentian penyelidikan kasus ini karena tidak ditemukan unsur pidana. Penyelidikan dilakukan berdasarkan aduan masyarakat dari TPUA yang diwakili Eggi Sudjana, terkait dugaan pemalsuan ijazah dan pelanggaran terhadap Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP, dan Pasal 68 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Polisi telah memeriksa 39 saksi, termasuk empat dari TPUA. Namun, Eggi Sudjana dua kali tidak hadir saat dipanggil Bareskrim. Selain itu, Bareskrim menemukan bahwa TPUA belum terdaftar di Administrasi Hukum Umum (AHU).
Dalam penyelidikan, polisi mendapatkan dokumen asli ijazah sarjana kehutanan Jokowi dan melakukan uji laboratoris dengan membandingkannya dengan ijazah tiga rekan Jokowi saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM. Hasilnya, seluruh elemen seperti pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan dekan dan rektor, dinyatakan identik.
Dokumen lain juga didapatkan dari SMA 6 Surakarta hingga Fakultas Kehutanan UGM, termasuk dari alumni SMA dan kampus Jokowi. Uji laboratorium forensik dilakukan dengan membandingkan dokumen-dokumen tersebut.
Menanggapi desakan TPUA, Kuasa Hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menegaskan bahwa Bareskrim Polri telah melakukan investigasi komprehensif dan menyatakan tidak ada tindak pidana dalam kasus ini. Ia menilai desakan gelar perkara khusus sebagai upaya kriminalisasi terhadap Jokowi. Yakup menjelaskan, jika suatu perkara dinyatakan tidak mengandung unsur pidana, maka penyidikan tidak dapat dilanjutkan.
Ia juga merespons narasi-narasi baru yang muncul, seperti tuduhan terhadap skripsi, KKN, dan dosen pembimbing Jokowi. Menurutnya, Bareskrim telah menyelidiki hal-hal tersebut dan memverifikasinya dengan pihak-pihak terkait. Sehingga, tidak seharusnya ada lagi narasi mengenai skripsi, KKN, dan dosen pembimbing, karena semuanya sudah diperiksa dan diselesaikan.