Polemik Penyempitan Trotoar di Kawasan Grand Indonesia: Hak Pejalan Kaki Terabaikan?
Kondisi trotoar di sekitar pusat perbelanjaan Grand Indonesia (GI), Jakarta Pusat, memicu perhatian publik. Penyempitan trotoar yang drastis, bahkan di beberapa titik hanya menyisakan ruang untuk satu orang, menimbulkan pertanyaan tentang prioritas ruang publik dan hak pejalan kaki.
Pantauan di lokasi menunjukkan, penyempitan paling signifikan terjadi di tikungan Jalan Teluk Betung I, dekat pintu masuk barat GI. Lebar trotoar di area tersebut diperkirakan hanya sekitar 30 sentimeter, memaksa pejalan kaki untuk berhati-hati dan mengurangi kecepatan saat melintas, terutama saat berpapasan dengan orang lain. Di ruas jalan yang sedikit lebih lurus, lebar trotoar berkisar 50 sentimeter, namun tetap dianggap tidak ideal mengingat padatnya lalu lintas pejalan kaki di kawasan tersebut.
Lebih lanjut, sebagian area trotoar yang sebelumnya lebih lebar dilaporkan telah dialihfungsikan menjadi jalur kendaraan. Pembatas jalan berupa traffic cone dan water barrier terlihat sebagai penanda batas baru, menggantikan ruang yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki.
Kondisi ini menjadi viral di media sosial, dengan unggahan video yang memperlihatkan kondisi trotoar sempit tersebut telah ditonton lebih dari satu juta kali. Warganet выражают возмущение и опасения atas kondisi tersebut, menyoroti ketidaknyamanan dan potensi bahaya bagi pejalan kaki.
Seorang karyawan di Grand Indonesia, Gina (21), mengungkapkan keresahannya atas penyempitan trotoar ini. Ia merasa tidak nyaman dan khawatir akan keselamatan dirinya dan pejalan kaki lainnya. Banyak pejalan kaki yang memilih untuk berjalan di jalan raya karena sempitnya trotoar, meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.
Sulaeman (30), pejalan kaki lainnya, juga menyoroti masalah keselamatan. Dengan postur tubuh yang besar, ia merasa kesulitan melintas di trotoar yang sempit. Ia khawatir akan terserempet kendaraan jika trotoar tetap dibiarkan dalam kondisi seperti ini.
Beberapa warganet berspekulasi bahwa penyempitan trotoar terkait dengan proyek pembangunan drainase. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait mengenai penyebab penyempitan trotoar ini.
Pengamat tata kota, Yayat Supriyatna, mengkritik keras penyempitan trotoar ini. Ia mempertanyakan dasar dan justifikasi perubahan tersebut, terutama mengingat tingginya aktivitas pejalan kaki di kawasan tersebut. Menurutnya, kawasan pusat perbelanjaan seharusnya menyediakan ruang yang lebih luas bagi pejalan kaki, terutama yang terhubung dengan transportasi publik.
Yayat Supriyatna menekankan pentingnya memprioritaskan pejalan kaki dalam hierarki transportasi kota. Pejalan kaki seharusnya berada di urutan teratas, diikuti oleh pesepeda dan pengguna transportasi umum, sedangkan kendaraan pribadi berada di urutan terbawah. Ia menegaskan bahwa hak pejalan kaki tidak boleh diabaikan, dan penyempitan trotoar dapat membuat orang enggan berjalan kaki di Jakarta.
Berikut adalah beberapa poin penting yang disoroti dalam isu ini:
- Penyempitan trotoar: Lebar trotoar di sekitar Grand Indonesia menyempit drastis, hanya menyisakan ruang untuk satu orang di beberapa titik.
- Keamanan pejalan kaki: Penyempitan trotoar membahayakan keselamatan pejalan kaki, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau membawa barang bawaan.
- Prioritas ruang publik: Pertanyaan tentang prioritas ruang publik di kawasan komersial, apakah lebih mengutamakan kendaraan atau pejalan kaki.
- Hak pejalan kaki: Hak pejalan kaki untuk mendapatkan ruang publik yang aman dan nyaman diabaikan.
- Tata kota yang berpihak pada pejalan kaki: Pentingnya tata kota yang berpihak pada pejalan kaki untuk menciptakan kota yang lebih inklusif dan berkelanjutan.