Saksi Mata Tragedi Air India: Remaja Alami Trauma Mendalam Usai Rekam Detik-Detik Kecelakaan

Insiden jatuhnya pesawat Air India di Ahmedabad pada Kamis, 12 Juni 2025, menyisakan trauma mendalam bagi seorang remaja berusia 17 tahun. Aryan (nama samaran), tanpa sengaja merekam detik-detik terakhir pesawat tersebut sebelum akhirnya mengalami kecelakaan. Rekaman itu kini menjadi salah satu dokumentasi penting yang mengungkap momen tragis tersebut.

Aryan mengungkapkan bahwa pada hari kejadian, ia seperti biasa merekam aktivitas pesawat yang lepas landas di dekat rumahnya. Namun, ia baru menyadari bahwa pesawat yang direkamnya mengalami kecelakaan setelah terdengar ledakan keras. Bersama kakaknya, ia kemudian meninjau kembali rekaman tersebut dan menyadari kengerian yang telah terekam.

Video tersebut dengan cepat menyebar dan menjadi viral di media sosial, menarik perhatian banyak orang. Namun, bagi Aryan, dampaknya jauh lebih besar dari sekadar perhatian publik. "Saya merasa sangat takut," ujarnya. Kakak Aryan menambahkan bahwa adiknya sempat mengalami syok dan kehilangan nafsu makan setelah melihat video tersebut. Keluarga pun khawatir dengan kondisi psikologis Aryan yang menunjukkan gejala trauma berat.

Para ahli menduga Aryan mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), sebuah kondisi gangguan mental yang dapat muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. PTSD dapat memicu berbagai reaksi, mulai dari rasa syok dan kebingungan hingga penyangkalan. Dalam jangka panjang, efeknya bisa lebih serius, seperti munculnya kenangan traumatis, kecenderungan menghindari situasi tertentu, hingga perubahan suasana hati dan respons emosional.

Dampak psikologis dari peristiwa traumatis tidak hanya dirasakan oleh korban langsung di lokasi kejadian. Orang yang menyaksikan rekaman atau video insiden pun dapat ikut terdampak secara mental. Salah satu efek yang mungkin muncul adalah ketakutan berlebihan terhadap penerbangan, bahkan berkembang menjadi aerophobia, yaitu ketakutan ekstrem terhadap pesawat.

Menurut psikiater Dr. Gail Saltz, sebagian orang mungkin hanya merasa cemas saat menghadapi gangguan penerbangan. Namun, bagi mereka yang mengalami aerophobia, rasa takut ini bisa sangat mengganggu hingga memicu gejala fisik seperti jantung berdebar, berkeringat, mual, atau muntah. Gejala tersebut bahkan bisa muncul beberapa hari sebelum jadwal penerbangan.

Banyak penderita aerophobia memilih untuk membatalkan penerbangan atau beralih ke transportasi darat demi menghindari naik pesawat. Jika kondisi ini berlangsung lebih dari enam bulan dan mengganggu aktivitas sehari-hari, maka sudah termasuk dalam kategori fobia yang memerlukan penanganan profesional. Kasus Aryan menjadi pengingat akan dampak psikologis yang bisa ditimbulkan oleh peristiwa traumatis, bahkan bagi mereka yang tidak terlibat langsung dalam kejadian tersebut.