KPK Awasi Penerimaan Siswa Baru, Ancaman Gratifikasi dan Pungli Jadi Sorotan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan pengawasan terhadap tata kelola pendidikan, khususnya dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Langkah ini diambil sebagai upaya preventif untuk mencegah praktik korupsi yang berpotensi merugikan masyarakat dan menciderai dunia pendidikan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa gratifikasi dan pungutan liar (pungli) masih menjadi permasalahan utama yang kerap muncul dalam proses penerimaan siswa baru. Praktik-praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan ketidakadilan dan menghambat akses pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.

"Secara umum, permasalahan korupsi pada layanan publik mencakup pemberian gratifikasi dengan tujuan mempercepat layanan, pemerasan atau pungutan liar, kurangnya transparansi dan akuntabilitas, birokrasi yang rumit, serta pelayanan yang tidak responsif, yang pada akhirnya menurunkan kepuasan publik," ujar Budi Prasetyo.

KPK menyoroti beberapa area rawan korupsi dalam SPMB, antara lain:

  • Gratifikasi, Penyuapan, dan Pemerasan: Praktik suap kerap kali terjadi dalam proses pendaftaran siswa baru, di mana orang tua atau wali murid mencoba "membeli" kursi di sekolah favorit.
  • Kurangnya Transparansi: Ketiadaan informasi yang jelas mengenai kuota dan persyaratan penerimaan siswa baru membuka celah bagi praktik penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi.
  • Penyalahgunaan Jalur Masuk: Jalur masuk seperti prestasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan zonasi seringkali disalahgunakan dengan memalsukan dokumen atau memberikan data yang tidak benar.

    • Zonasi: Pemalsuan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta perpindahan domisili sementara menjadi modus operandi yang umum terjadi.
    • Afirmasi: Data yang tidak sesuai dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) memungkinkan orang yang sebenarnya mampu untuk mendapatkan bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.
    • Prestasi: Pembuatan piagam palsu untuk mendapatkan jalur prestasi dan pembatasan jalur tahfidz Quran hanya untuk agama tertentu menjadi contoh ketidakadilan dalam sistem penerimaan siswa baru.
    • Penyalahgunaan Dana BOS: Pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak sesuai peruntukan dan pertanggungjawaban yang tidak disertai bukti juga menjadi perhatian KPK. Modus pelanggaran yang sering terjadi adalah kolaborasi antara pihak sekolah dan dinas terkait untuk memanipulasi jumlah siswa.

Untuk mengatasi permasalahan ini, KPK menekankan pentingnya pencegahan korupsi secara optimal. Seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, sekolah, orang tua, dan masyarakat, perlu berkomitmen untuk mencegah praktik-praktik korupsi.

Langkah-langkah pencegahan yang diusulkan KPK antara lain:

  • Transparansi: Mendorong keterbukaan informasi terkait persyaratan pendaftaran peserta didik baru.
  • Regulasi: Membuat kebijakan atau peraturan yang jelas dan tegas untuk mencegah pungli di sektor pendidikan.
  • Akuntabilitas: Melakukan sosialisasi pelaksanaan sistem penerimaan SPMB, mengadakan Forum Konsultasi Publik, melakukan Survei Kepuasan Masyarakat, dan menangani pengaduan sektor pendidikan dengan cepat dan efektif.

KPK akan terus berkoordinasi dan memantau upaya pencegahan korupsi di sektor pendidikan. KPK juga membuka diri untuk memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah dan sekolah dalam menerapkan sistem pencegahan korupsi yang efektif. Dengan sistem pencegahan korupsi yang baik, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berintegritas dan antikorupsi.