Vonis Seumur Hidup Pembunuh Jurnalis Juwita Dikecam Keluarga Korban

Keluarga Juwita, jurnalis yang menjadi korban pembunuhan, menyatakan kekecewaan mendalam atas vonis hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepada Kelasi Satu Jumran, anggota TNI AL yang terbukti bersalah dalam kasus tersebut. Vonis ini diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin.

Kuasa hukum keluarga korban, Pazri, mengungkapkan bahwa keluarga Juwita mengharapkan terdakwa dihukum mati. Menurutnya, majelis hakim memiliki kewenangan untuk mengambil langkah ultra petita, yaitu menjatuhkan putusan yang lebih berat dari tuntutan yang diajukan. Hal ini didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap selama persidangan dan rasa keadilan yang seharusnya ditegakkan bagi korban dan keluarganya.

Pazri juga menyayangkan ketidakpatuhan majelis hakim terhadap rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait restitusi. Rekomendasi tersebut seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam memutuskan besaran ganti rugi yang harus dibayarkan oleh terdakwa kepada keluarga korban.

"Jika pertimbangan hakim Terdakwa Jumran tidak mampu yang bertanggung jawab sangat tidak berdasar," tegas Pazri. Ia berpendapat bahwa ketidakmampuan terdakwa untuk membayar restitusi seharusnya tidak menjadi alasan untuk meniadakan hak keluarga korban atas ganti rugi. Dalam kondisi ketidakmampuan terdakwa, ahli waris terdakwa seharusnya dapat menggantikan kewajiban tersebut demi terwujudnya keadilan bagi keluarga Juwita.

Berikut adalah poin-poin keberatan keluarga korban:

  • Vonis hukuman seumur hidup dianggap tidak setimpal dengan perbuatan terdakwa. Keluarga korban berpendapat bahwa hukuman mati adalah hukuman yang paling adil dalam kasus pembunuhan berencana seperti ini.
  • Majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan rekomendasi LPSK dan Komnas HAM terkait restitusi. Keluarga korban merasa hak mereka atas ganti rugi diabaikan.
  • Alasan ketidakmampuan terdakwa untuk membayar restitusi dianggap tidak relevan. Keluarga korban berpendapat bahwa ahli waris terdakwa seharusnya bertanggung jawab atas kewajiban tersebut.

Selain terancam hukuman seumur hidup, Kelasi Satu Jumran juga menghadapi risiko pemecatan dari kesatuan TNI AL. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan terdakwa tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga mencoreng nama baik institusi TNI.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan tentang hukuman yang setimpal bagi pelaku pembunuhan, khususnya pembunuhan terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya untuk kepentingan publik. Keluarga Juwita berharap keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya dan kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak ada lagi kejadian serupa di masa depan.