Wacana BPJS Hewan di DKI Jakarta: Dukungan dan Tantangan dari Pakar Kesehatan Hewan IPB

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mempertimbangkan program subsidi layanan kesehatan hewan, yang kemudian dikenal sebagai "BPJS Hewan" oleh masyarakat. Inisiatif ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan, termasuk pakar kesehatan hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Prof. Dr. drh. Gunanti, Guru Besar Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB, menyambut baik wacana ini. Menurutnya, program ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan hewan, baik peliharaan maupun liar, dengan memberikan akses yang lebih mudah terhadap layanan kesehatan yang layak. Hal ini, pada gilirannya, dapat mengurangi penderitaan hewan dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

"Program ini sangat penting, karena hewan, baik peliharaan maupun liar, bisa mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan yang layak. Ini akan mengurangi penderitaan hewan sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka," ujar Prof. Gunanti.

Lebih lanjut, Prof. Gunanti menjelaskan bahwa "BPJS Hewan" dapat membantu pemilik hewan peliharaan yang kurang mampu untuk tetap memastikan kesehatan hewan kesayangan mereka melalui subsidi biaya di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan). Selain manfaat langsung bagi hewan, program ini juga berpotensi menjaga kesehatan manusia.

Banyak penyakit yang timbul di masyarakat disebabkan oleh hewan. Dengan adanya program BPJS hewan, potensi penularan penyakit dari hewan ke manusia dapat diatasi. Prof Gunanti menambahkan, program ini berperan dalam pencegahan penyakit zoonotik, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Ini memberikan manfaat ganda bagi kesejahteraan hewan dan kesehatan masyarakat.

Namun, Prof. Gunanti juga menyoroti sejumlah tantangan yang perlu diatasi agar program ini dapat berjalan efektif. Tantangan-tantangan tersebut meliputi:

  • Sumber Daya Manusia: Ketersediaan dokter hewan dan tenaga medis veteriner yang kompeten sangat krusial.
  • Infrastruktur: Fasilitas layanan kesehatan hewan di Jakarta perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk mengatasi lonjakan permintaan.
  • Regulasi: Perlu adanya standar pelayanan medis hewan serta sistem pengawasan penyakit zoonotik yang jelas.

Sebagai solusi, Prof. Gunanti mengusulkan penggunaan teknologi microchip untuk melacak hewan yang telah menerima layanan kesehatan. Microchip dapat digunakan untuk melacak hewan yang telah menerima layanan, memastikan subsidi tepat sasaran, dan diawasi dengan sistem yang jelas.

"Namun, agar efektif, microchip yang digunakan harus memiliki standar yang seragam dan bisa dibaca di seluruh fasilitas. Basis data juga harus terintegrasi agar bisa diakses semua pihak yang terkait," jelas Prof. Gunanti.

Prof. Gunanti menyarankan pemasangan microchip di bagian punggung hewan, seperti yang biasa dilakukan oleh petugas dinas kehutanan. Namun, ia juga menyoroti biaya pengadaan microchip yang diperkirakan mencapai satu juta rupiah per ekor, termasuk pemasangan.

Terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, Prof. Gunanti optimis bahwa subsidi untuk kesehatan hewan dapat memberikan dampak positif yang signifikan. Ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan penuh terhadap upaya perbaikan kesehatan hewan ini.

"Saya rasa, kalau dimulai dari Jakarta dan Jawa Barat dulu, lewat klinik hewan, klinik bersama, serta rumah sakit hewan, itu bisa dilaksanakan. Yang penting ada dukungan dari pemerintah," pungkasnya.