Muhammadiyah Soroti Realitas Pendidikan Nasional Pasca Putusan MK tentang Pendidikan Gratis

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan pendidikan dasar gratis di sekolah negeri dan swasta telah menuai berbagai tanggapan, salah satunya dari organisasi masyarakat (ormas) Islam, Muhammadiyah. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap realitas pendidikan di Indonesia sebelum implementasi kebijakan tersebut.

Haedar Nashir menyatakan bahwa Muhammadiyah mendukung keputusan MK. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tantangan di lapangan jauh lebih kompleks daripada perdebatan normatif di ruang sidang. Ia mempertanyakan pemahaman para hakim MK mengenai kondisi pendidikan di Indonesia, dengan mempertimbangkan bahwa masalah pendidikan bukan hanya tentang biaya atau status sekolah negeri dan swasta. Banyak aspek lain yang perlu diperhatikan secara komprehensif dan realistis. Kerja sama yang solid antara pemerintah dan lembaga pendidikan swasta, serta pendekatan yang realistis, menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan ini.

Haedar menambahkan, keputusan terkait pendidikan harus mempertimbangkan berbagai dimensi. Bukan hanya masalah biaya atau perbedaan sekolah negeri dan swasta. Menurutnya, masalah pendidikan sangat kompleks. Ia berharap pelaksanaan keputusan MK sesuai dengan interpretasi yang diberikan MK sendiri, tetap berpegang pada realitas pendidikan di Indonesia, dan tidak mengawang-awang. Hasil kajian internal Muhammadiyah menemukan sejumlah masalah dalam sistem pendidikan nasional.

Haedar menuturkan, meskipun keputusan MK bersifat final dan mengikat, pelaksanaannya berada di tangan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa para hakim MK akan merasakan betapa berat dan kompleksnya memimpin dunia pendidikan di Indonesia jika mereka menjadi rektor.

Sebelumnya, MK menyatakan bahwa keputusannya untuk menggratiskan pendidikan dasar sejalan dengan standar hak asasi manusia (HAM) internasional. Hal ini didasarkan pada prinsip universalitas dan non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948. MK juga menekankan bahwa pendidikan dasar adalah hak warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kewajiban mengikuti pendidikan dasar menjadi penting agar warga negara terbebas dari buta huruf dan angka yang menjadi pemicu kemiskinan.