Terungkap di Persidangan: Mutasi Pejabat Semarang Diduga Terkait Kegagalan Proyek Rekanan Eks Wali Kota
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, atau yang akrab disapa Mbak Ita, beserta suaminya, Alwin Basri, terus mengungkap fakta-fakta baru yang mengejutkan. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang pada Senin (16/6/2025), seorang saksi kunci bernama Junaedi, mantan Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kota Semarang, memberikan keterangan yang mengindikasikan adanya keterkaitan antara mutasi jabatannya dengan kegagalan seorang rekanan bernama Martono dalam memenangkan proyek di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Junaedi mengungkapkan bahwa dirinya dimutasi menjadi Humas Sekretariat DPRD Kota Semarang tidak lama setelah Martono, yang merupakan Ketua Gapensi Semarang, gagal mendapatkan proyek di Rumah Sakit Wongsonegoro (RSWN) pada tahun 2023. Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti alasan di balik mutasinya tersebut, karena merasa kinerjanya selama menjabat sebagai Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa cukup baik. Namun, ia menduga kuat bahwa mutasinya terkait dengan kegagalan Martono dalam tender proyek RSWN.
Lebih lanjut, Junaedi menjelaskan bahwa sebelum mutasi tersebut, ia sempat dipanggil oleh Alwin Basri ke kediamannya. Dalam pertemuan tersebut, Alwin mempertanyakan alasan mengapa Martono tidak berhasil memenangkan proyek di RSWN. Junaedi menjelaskan bahwa paket penawaran yang diajukan oleh Martono tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam proses tender.
Dalam kesaksiannya, Junaedi juga mengungkapkan bahwa Martono beberapa kali datang ke kantornya pada akhir tahun 2022 untuk membahas berbagai proyek di lingkungan Pemkot Semarang, termasuk proyek RSWN. Ia mengatakan bahwa Martono meminta bantuannya untuk memenangkan proyek-proyek tersebut. Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena menyeret sejumlah nama penting di Kota Semarang. Mbak Ita dan Alwin didakwa dengan tiga pasal, termasuk menerima gratifikasi dan suap dengan total nilai sekitar Rp 9 miliar. Selain itu, Martono dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK telah membacakan dakwaan terhadap para terdakwa pada sidang perdana yang digelar pada 21 April 2025 lalu.