Eksplorasi Mineral di Raja Ampat: Konsesi Tambang Mengancam Surga Biodiversitas?
Kabupaten Raja Ampat, permata di Provinsi Papua Barat Daya, dikenal dengan keindahan alamnya yang memukau dan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Terdiri dari empat pulau besar dan ratusan pulau kecil, Raja Ampat bukan hanya destinasi wisata kelas dunia, tetapi juga pusat konservasi alam yang penting secara global. Kekayaan flora dan fauna yang unik menjadikan Raja Ampat sebagai pusat biodiversity yang tak ternilai harganya.
Namun, di balik keindahan ini, tersembunyi potensi sumber daya mineral, khususnya nikel, yang menarik minat industri pertambangan. Ironisnya, keberadaan potensi tambang ini berbenturan langsung dengan status Raja Ampat sebagai kawasan konservasi. Aturan hukum yang berlaku seharusnya melarang aktivitas pertambangan di wilayah ini, terutama di pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 km2, yang secara otomatis masuk dalam kategori kawasan konservasi dan perlindungan.
Namun fakta berbicara lain, sejumlah perusahaan pertambangan ternyata telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di beberapa pulau di Raja Ampat. Berikut adalah daftar pulau-pulau tersebut, beserta luas konsesi tambang dan perusahaan pengelolanya:
- Pulau Kawei:
- Luas tambang nikel: 5.922 hektare
- Luas pulau: 4.561 hektare
- Pengelola tambang: PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM)
- Pulau Gag:
- Luas tambang nikel: 13.136 hektare
- Luas pulau: 6.300 hektare
- Pengelola tambang: PT GAG Nikel
- Pulau Manuran:
- Luas tambang nikel: 1.173 hektare
- Luas pulau: 743 hektare
- Pengelola tambang: PT Anugrah Surya Pratama (ASP)
- Pulau Batangpele:
- Luas tambang nikel: 1.193 hektare
- Luas pulau: 2.000 hektare
- Pengelola: PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
- Pulau Waigeo:
- Luas tambang nikel: 3.000 hektare
- Luas pulau: 301.127 hektare
- Pengelola: PT Nurham
Menanggapi isu ini, pemerintah telah mencabut sebagian besar izin tambang di Raja Ampat. Namun, satu IUP, yaitu milik PT Gag Nikel, masih tetap berlaku. Bahkan, muncul wacana untuk mengembalikan kewenangan pemberian izin tambang ke pemerintah pusat.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran lebih lanjut di Raja Ampat. Ancaman tidak hanya datang dari aktivitas pertambangan yang memiliki izin, tetapi juga dari praktik pertambangan nikel ilegal yang beroperasi tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Oleh karena itu, pengawasan publik yang ketat dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk memastikan perlindungan Raja Ampat dari kerusakan lingkungan dan praktik pertambangan yang tidak bertanggung jawab. Masa depan Raja Ampat, surga biodiversity ini, berada di tangan kita semua.