Strategi Hindari Pembayaran Pinjol dengan Ganti Nomor dan Blokir Kontak: Efektifkah?
Strategi Hindari Pembayaran Pinjol dengan Ganti Nomor dan Blokir Kontak: Efektifkah?
Maraknya ajakan untuk gagal bayar (galbay) pinjaman online (pinjol) di media sosial menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas strategi yang seringkali menyertai ajakan tersebut, seperti mengganti nomor telepon dan memblokir kontak penagih utang (debt collector). Beberapa kelompok bahkan secara terbuka membagikan "modus" yang diklaim dapat membantu masyarakat menghindari kewajiban membayar utang pinjol.
Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, menanggapi fenomena ini dengan menjelaskan bahwa tindakan mengganti nomor telepon atau memblokir kontak debt collector tidak serta merta menghilangkan jejak debitur dari perusahaan fintech. Menurutnya, perusahaan fintech yang legal memiliki berbagai cara untuk tetap dapat menghubungi dan menagih utang kepada nasabah.
Salah satu cara yang digunakan adalah dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk melacak nomor telepon baru yang digunakan oleh debitur, meskipun debitur tersebut telah berusaha menyembunyikannya. "Melalui teknologi AI, nomor baru (debitur) tetap bisa dilacak," ujar Entjik.
Selain itu, Entjik juga menyoroti modus lain yang sering digunakan oleh debitur untuk menghindari pembayaran utang, yaitu dengan memprovokasi debt collector agar melakukan tindakan yang melanggar aturan penagihan utang yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Harapannya, dengan menjadi "korban" tindakan penagihan yang tidak sesuai prosedur, debitur dapat terhindar dari kewajiban membayar utang.
"Salah satunya mengajak masyarakat untuk tidak bayar dengan melakukan ganti nomor, memblokir nomor telepon para tenaga penagih, menolak untuk ditelepon, memancing emosional para penagih untuk melakukan kata-kata kasar dan lain-lain," jelas Entjik.
Entjik menegaskan bahwa galbay bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah utang pinjol. Meskipun debitur mencoba berbagai cara untuk menghindar, kewajiban untuk membayar utang tetap ada, terutama jika pinjaman tersebut berasal dari perusahaan fintech yang terdaftar dan diawasi oleh OJK.
AFPI, kata Entjik, akan terus melakukan penagihan kepada debitur yang gagal bayar. "Karena apapun ceritanya, yang namanya kredit atau pinjaman itu wajib dibayar. Nggak bisa gratis kayak gitu. Ini kan bukan yayasan sosial, tetapi harus dibayar," tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa OJK terus berupaya meningkatkan edukasi dan literasi keuangan masyarakat mengenai pentingnya membayar kembali pinjaman.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan pinjaman online dan selalu mempertimbangkan kemampuan untuk membayar kembali sebelum mengajukan pinjaman. Menghindari kewajiban membayar utang bukanlah solusi, dan justru dapat menimbulkan masalah yang lebih besar di kemudian hari.