Sengketa Wilayah Laut: Trenggalek dan Tulungagung Bersitegang Klaim Kepemilikan 13 Pulau
Polemik kepemilikan pulau kembali mencuat di Jawa Timur, mempertemukan Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Tulungagung dalam sengketa wilayah yang melibatkan 13 pulau di perairan selatan. Perseteruan ini didasari oleh perbedaan interpretasi terhadap regulasi tata ruang yang berlaku.
Kabupaten Trenggalek bersikukuh bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah administratifnya, mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten Trenggalek. Pemerintah Kabupaten Trenggalek bahkan telah memasukkan kembali klaim kepemilikan ke 13 pulau tersebut ke dalam revisi RTRW yang sedang berjalan.
Namun, Kabupaten Tulungagung memiliki dasar hukum yang berbeda. Mereka berpegang pada Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang secara eksplisit memasukkan 13 pulau tersebut ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tulungagung. Keputusan ini kemudian diimplementasikan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tulungagung tentang rencana tata ruang wilayah.
Upaya mediasi telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, namun belum membuahkan hasil. Kedua belah pihak masih berpegang teguh pada argumentasi masing-masing, menciptakan kebuntuan dalam penyelesaian sengketa ini.
Daftar 13 Pulau yang Dipersengketakan:
- Pulau Anak Tamengan
- Pulau Anakan
- Pulau Boyolangu
- Pulau Jewuwur
- Pulau Karangpegat
- Pulau Solimo
- Pulau Solimo Kulon
- Pulau Solimo Lor
- Pulau Solimo Tengah
- Pulau Solimo Wetan
- Pulau Sruwi
- Pulau Sruwicil
- Pulau Tameng
Sekretaris Daerah Kabupaten Trenggalek menyatakan akan mengajukan surat permohonan kajian ulang terkait Kepmendagri yang menjadi dasar klaim Kabupaten Tulungagung. Sementara itu, Ketua DPRD Trenggalek menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengalah dan tetap mempertahankan klaim atas 13 pulau tersebut.
Sengketa kepemilikan pulau ini bukan hanya sekadar perebutan wilayah administratif, tetapi juga berpotensi berdampak pada pengelolaan sumber daya alam, pengembangan pariwisata, dan kesejahteraan masyarakat di kedua kabupaten. Penyelesaian yang adil dan komprehensif menjadi krusial untuk menghindari konflik yang berkepanjangan dan memastikan pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut.