Gubernur Jawa Barat Soroti Erosi Tradisi Mengaji di Masjid Akibat Modernisasi Instan
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan keprihatinannya terhadap terkikisnya tradisi mengaji di masjid-masjid kampung. Hal ini ia sampaikan saat membuka Musabaqah Tilawatil Qur’an dan Hadits (MTQH) Ke-39 tingkat Provinsi Jawa Barat di Soreang, Kabupaten Bandung. Menurutnya, modernisasi cara belajar Al-Qur'an yang serba instan menjadi salah satu penyebabnya.
Dalam sambutannya, Dedi Mulyadi mengenang masa lalu ketika anak-anak membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk belajar Al-Qur'an. Proses belajar yang panjang ini, menurutnya, justru mendekatkan anak-anak pada masjid, guru, dan kehidupan yang penuh tirakat. Ia menyayangkan bahwa saat ini, meskipun banyak Taman Kanak-kanak Al-Qur'an (TKA) dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) serta acara wisuda Al-Qur'an, masjid-masjid justru semakin sepi dari anak-anak yang rutin mengaji.
MTQH, menurut Dedi Mulyadi, bukan sekadar ajang perlombaan membaca Al-Qur'an, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang panjang. Perjalanan ini dimulai dari masjid, pesantren, dan pengajian-pengajian di kampung halaman para peserta. Ia menekankan bahwa membaca Al-Qur'an bukan hanya tentang estetika suara atau tartil, tetapi juga tentang bagaimana ayat-ayat suci tersebut meresap ke dalam hati, membentuk kesadaran, dan menjadi pedoman hidup.
"Al-Qur'an harus menjadi indra keenam, membimbing setiap langkah kehidupan manusia beriman. Dari estetika pembacaan akan lahir pemaknaan, dari pemaknaan akan lahir kesadaran, dan dari kesadaran itulah muncul akhlak," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Dedi Mulyadi juga memberikan apresiasi kepada para imam kampung yang tanpa pamrih terus mengajarkan Al-Qur'an. Ia menyebut mereka sebagai pejuang sejati dalam menjaga warisan peradaban Islam.
"Imam-imam kampung kita yang pagi-pagi sudah mengimami shalat, siang ke sawah, sore mengajar mengaji, malam mengisi pengajian, semua dilakukan dengan ikhlas tanpa gaji. Justru merekalah yang pantas kita mintai doa karena tangan mereka lebih suci dari tangan siapa pun," kata Dedi.
Ia menegaskan bahwa MTQH adalah forum pembinaan spiritualitas yang mendalam, bukan sekadar lomba. Ia berharap Al-Qur'an dapat meresap ke dalam hati para penyelenggara dan pemerintah, sehingga kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
"Maka terbebaslah orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan terbangun peradaban hidup yang silih asah, silih asih, silih asuh. Di situlah Al-Qur'an menjadi cahaya," ucapnya.
Ketua Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat, Ajam Mustajam, menambahkan bahwa MTQH merupakan warisan peradaban Islam yang telah mengakar kuat di Indonesia sejak tahun 1968. Ia menekankan bahwa MTQH adalah media pemuliaan Al-Qur'an sekaligus pembinaan generasi Qur’ani yang tidak hanya pandai membaca, tetapi juga mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan.
Ajam juga menyoroti konsistensi Jawa Barat dalam mencetak qori-qoriah, hafiz, dan penggiat dakwah Qur’an berprestasi di tingkat nasional maupun internasional. Ia menekankan peran MTQH sebagai ruang dakwah dan penguatan budaya Islam Nusantara yang bersinergi dengan kearifan lokal Jawa Barat.
Sementara itu, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada Kabupaten Bandung sebagai tuan rumah penyelenggaraan MTQH ke-39. Ia berharap para tamu dapat menikmati berbagai obyek wisata dan produk UMKM Kabupaten Bandung selama acara berlangsung. Ia juga menambahkan bahwa MTQH menjadi momen penguatan ekonomi daerah.
Rangkaian MTQH ke-39 dimeriahkan dengan bazar UMKM yang dikoordinasikan bersama Dekranasda Kabupaten Bandung dan Jawa Barat. Kegiatan akbar itu berlangsung mulai 15 hingga 22 Juni 2025 dan diikuti 1.136 peserta dari 27 kabupaten/kota se-Jawa Barat, dengan mengusung tema Cahaya Al Qur’an: Spirit Lebih Bedas Menuju Jawa Barat Istimewa.