Konflik Internal Partai Ummat Memanas: Gugatan Hukum Mengintai Kepengurusan Amien Rais
Konflik Internal Partai Ummat Memanas: Gugatan Hukum Mengintai Kepengurusan Amien Rais
Gelombang ketidakpuasan internal mengguncang Partai Ummat, dengan sejumlah pengurus tingkat daerah (DPD) dan wilayah (DPW) menyatakan sikap untuk menempuh jalur hukum. Mereka berencana menggugat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) terkait pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Ummat yang baru, yang dinilai sarat kepentingan Ketua Majelis Syura, Amien Rais.
Herman Kadir, anggota Mahkamah Partai Ummat, mengungkapkan bahwa langkah hukum ini diambil karena AD/ART yang baru dianggap tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Menurutnya, kewenangan partai kini terpusat di tangan Ketua Majelis Syura, tanpa melibatkan mekanisme musyawarah mufakat yang seharusnya menjadi fondasi pengambilan keputusan di internal partai.
"Kami akan menggugat keputusan Menkumham terkait pengesahan AD/ART baru. Alasan utamanya adalah AD/ART baru ini bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik. Tidak ada Musyawarah Nasional (Munas), tidak ada Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Semua kekuasaan mutlak berada di Majelis Syuro," tegas Herman dalam konferensi pers di Jakarta Selatan.
Menurut Herman, setidaknya 24 DPW telah menyampaikan keberatan mereka kepada Mahkamah Partai terkait perubahan AD/ART tersebut. Laporan-laporan ini telah dibahas dalam rapat Mahkamah Partai dan dikategorikan sebagai sengketa internal yang perlu diselesaikan.
Sebelumnya, Herman dan sejumlah pengurus Partai Ummat telah mengirimkan surat kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk menunda pengesahan AD/ART baru yang diinisiasi oleh kubu Amien Rais. Namun, permintaan tersebut tidak diindahkan, dan AD/ART baru tetap disahkan, yang kemudian berujung pada penetapan ketua umum baru tanpa melalui Munas.
"Menkumham menganggap tidak ada sengketa. Padahal, faktanya jelas ada. Seharusnya Menkumham tidak menerbitkan surat keputusan terlebih dahulu," ujar Herman.
Herman menambahkan bahwa pihaknya telah mengirimkan somasi kepada Menkumham agar membatalkan keputusan pengesahan tersebut. Jika somasi tersebut tidak diindahkan, ia memastikan bahwa dirinya bersama pengurus DPD-DPW Partai Ummat akan membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Langkah hukum ini, ditegaskan Herman, merupakan bentuk perlawanan terhadap tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh Majelis Syuro dan jajaran DPP yang dibentuk oleh Amien Rais. Ia menilai bahwa tindakan tersebut telah menyimpang dari nilai-nilai dan prinsip keadilan yang menjadi landasan pendirian Partai Ummat.
"Partai ini didirikan untuk menegakkan keadilan dan melawan kezaliman. Tapi, kenapa kita sendiri yang berbuat zalim? Apalagi sama kader," ungkap Herman dengan nada kecewa.
"Kami akan mengajukan perlawanan. Saya sebagai ketua tim hukum dari teman-teman DPW dan DPD akan mengajukan perlawanan terhadap kesewenangan Majelis Syuro dan DPP ini," pungkasnya.
Konflik internal ini bermula dari penundaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang seharusnya dilaksanakan pada Agustus 2024. Penundaan tersebut terus berlarut-larut dengan berbagai alasan. Situasi semakin memanas ketika Majelis Syuro Partai Ummat secara tiba-tiba menggelar musyawarah di Jakarta pada Desember 2024 dan menetapkan perubahan AD/ART partai. Perubahan tersebut menghilangkan mekanisme musyawarah nasional, wilayah, dan daerah, serta menghapus mekanisme pertanggungjawaban oleh ketua umum dan pengurus wilayah melalui musyawarah. Sebagai akibat dari persoalan ini, Pengurus Partai Ummat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membubarkan diri.