Kasus Kematian Bayi di Semarang: Keluarga Korban Laporkan Intimidasi, Tuntut Transparansi Kepolisian
Kasus Kematian Bayi di Semarang: Keluarga Korban Laporkan Intimidasi, Tuntut Transparansi Kepolisian
Keluarga bayi malang berinisial NA yang meninggal dunia di Semarang melaporkan adanya dugaan intimidasi yang bertujuan untuk menghentikan proses hukum. Bayi berusia dua bulan itu meninggal dunia setelah dititipkan kepada Brigadir AK, seorang anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jateng. Kuasa hukum ibu bayi, DJ, Amal Lutfiansyah dan Alif Abduraahman, mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers Selasa (11/3/2025). Mereka menekankan bahwa intimidasi yang diterima kliennya bersifat verbal, berupa desakan agar tidak melaporkan kasus tersebut kepada Propam Polda Jateng dan menyelesaikannya secara damai. Pernyataan ini disampaikan di tengah tuntutan transparansi atas hasil otopsi dan proses penanganan kasus yang dianggap lamban.
"Pihak-pihak tertentu berupaya menghalangi proses hukum dengan cara yang tidak terpuji," ujar Alif Abduraahman dalam keterangan persnya. "Intimidasi verbal yang dialami klien kami berupa desakan untuk tidak melanjutkan pelaporan, dan menerima solusi damai. Ini sangat janggal mengingat kematian bayi tersebut terjadi secara tidak wajar." Ia menambahkan, waktu yang singkat antara penitipan bayi kepada Brigadir AK dan ditemukannya bayi dalam kondisi kritis dengan bibir membiru, yaitu hanya sekitar 10 menit, semakin menguatkan dugaan adanya tindak kekerasan. Kejanggalan ini semakin memperkuat kecurigaan terhadap kematian bayi NA yang diduga akibat tindak kekerasan. Pihak kuasa hukum menegaskan penolakan atas upaya untuk meredam kasus ini, dan mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap seluruh fakta yang ada.
Menanggapi dugaan intimidasi tersebut, kuasa hukum korban telah mengajukan permohonan pendampingan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah ini diambil untuk menjamin keamanan dan keselamatan DJ dan keluarganya selama proses hukum berlangsung. "Kami berupaya memastikan keselamatan dan keamanan klien kami selama proses ini berlangsung," tambah Amal Lutfiansyah. Mereka berharap LPSK dapat memberikan perlindungan yang optimal selama proses hukum berlangsung, mengingat adanya potensi ancaman yang masih mungkin terjadi.
Selain itu, kuasa hukum juga mendesak agar pihak kepolisian bersikap transparan dan terbuka terkait hasil otopsi dan perkembangan penyelidikan. "Kami menuntut keterbukaan dan transparansi dari pihak kepolisian dalam menangani kasus ini," tegas Alif. "Hal ini penting untuk memastikan hak-hak klien kami terpenuhi dan keadilan dapat ditegakkan." Mereka berharap transparansi tersebut dapat mempercepat proses penegakan hukum dan mencegah potensi manipulasi informasi. Informasi lengkap dan akurat dari pihak kepolisian juga sangat penting untuk menjawab pertanyaan publik mengenai kasus kematian bayi tersebut.
Kronologi kejadian berdasarkan keterangan DJ, ibu korban, menunjukkan bahwa bayi NA meninggal dunia hanya dalam waktu sepuluh menit setelah dititipkan kepada Brigadir AK. Kondisi bayi yang ditemukan dengan bibir membiru semakin memperkuat dugaan adanya tindakan kekerasan yang menyebabkan kematian tersebut. Dengan adanya dugaan intimidasi dan tuntutan transparansi ini, kasus kematian bayi NA di Semarang kini semakin kompleks dan menarik perhatian publik luas, menuntut investigasi yang menyeluruh dan adil.