DPR Soroti Sengketa Empat Pulau Aceh-Sumut, Minta Pemerintah Evaluasi Regulasi
Polemik terkait kepemilikan empat pulau yang melibatkan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) terus bergulir. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memberikan perhatian khusus terhadap isu ini, mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap peraturan yang berlaku. Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan, secara tegas menyuarakan perlunya revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 yang mengatur tentang penyelesaian ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, izin, dan hak atas tanah. Menurutnya, revisi ini krusial untuk mencegah terulangnya sengketa wilayah serupa di masa mendatang.
Selain PP 43/2021, Irawan juga menyoroti Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah. Ia mengusulkan agar Permendagri ini turut direvisi untuk memperkuat landasan hukum dalam penetapan batas wilayah. Irawan menekankan bahwa pengaturan mengenai batas wilayah sebaiknya diatur dan ditetapkan melalui undang-undang untuk menjamin aspek konstitusional yang lebih kuat.
"PP tentang penyelesaian sengketa wilayah dan Permendagri mengenai penetapan batas daerah harus kita dorong juga untuk direvisi guna mengantisipasi kasus seperti ini terjadi lagi di kemudian hari," ujar Irawan.
Irawan juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang dinilai responsif dalam menangani sengketa empat pulau tersebut. Ia berharap keterlibatan langsung presiden dapat mempercepat proses penyelesaian dan menghasilkan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak terkait.
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, juga menyampaikan pandangannya terkait sengketa ini. Ia mengingatkan pemerintah untuk bertindak hati-hati dalam menyelesaikan persoalan empat pulau yang kini secara administratif masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Rifqi menekankan bahwa kehati-hatian diperlukan untuk menghindari potensi konflik sosial dan menjaga keutuhan bangsa.
Rifqi menyoroti sejarah ketegangan antara pemerintah pusat dan Aceh di masa lalu. Ia berharap sengketa pulau ini tidak memicu kembali sentimen negatif yang dapat merusak hubungan baik yang telah terjalin. Menurutnya, keputusan yang kurang bijak dalam menetapkan status empat pulau tersebut berpotensi melukai masyarakat Aceh dan memicu permasalahan baru.
"Jika tidak hati-hati dalam menetapkan empat pulau ini, ini bisa berpotensi mengancam disintegrasi bangsa," ujar Rifqi.
Sebelumnya, melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, pemerintah pusat menetapkan bahwa empat pulau milik Aceh, yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil, masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Keputusan inilah yang kemudian memicu polemik dan mendorong DPR untuk turun tangan.
Berikut adalah daftar pulau yang menjadi sengketa:
- Pulau Lipan
- Pulau Panjang
- Pulau Mangkir Besar
- Pulau Mangkir Kecil