KPK Ajukan Banding atas Vonis Ringan Mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan dalam Kasus Korupsi APD COVID-19

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil langkah hukum banding terhadap vonis yang dijatuhkan kepada mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Budi Sylvana, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19. Keputusan ini diambil lantaran KPK menilai terdapat perbedaan signifikan dalam analisis antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pengajuan banding dilakukan setelah JPU melakukan evaluasi mendalam terhadap putusan pengadilan. "JPU KPK akan mengajukan banding atas terdakwa Budi Sylvana, karena berdasarkan analisa JPU atas putusan pengadilan dengan terdakwa Budi Sylvana, terdapat beberapa pertimbangan hakim dalam putusan yang berbeda dengan analisa tuntutan JPU," ujarnya kepada wartawan.

Perbedaan analisis ini menjadi dasar utama bagi KPK untuk membawa perkara ini ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. KPK berharap, melalui upaya banding, dapat diperoleh putusan yang lebih sesuai dengan fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan dan tuntutan yang diajukan oleh JPU.

Sementara itu, terkait dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus ini, yaitu Ahmad Taufik dan Satrio Wibowo, KPK memutuskan untuk tidak mengajukan banding. Meskipun demikian, KPK akan tetap menyusun kontra memori banding sebagai respons terhadap upaya hukum banding yang diajukan oleh pihak terdakwa Ahmad Taufik. Langkah serupa juga akan diambil jika Satrio Wibowo memutuskan untuk mengajukan banding.

Kasus dugaan korupsi pengadaan APD COVID-19 di Kemenkes ini menyeret tiga terdakwa ke meja hijau. Selain Budi Sylvana, terdapat Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI), Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM), Ahmad Taufik. Ketiganya telah divonis oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dengan hukuman yang bervariasi.

Budi Sylvana divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan. Hakim menyatakan Budi terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 16 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Vonis ini dinilai terlalu ringan oleh KPK, sehingga mendorong pengajuan banding.

Sementara itu, Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hakim juga menghukum Taufik membayar uang pengganti Rp 224,18 miliar subsider 4 tahun kurungan. Sedangkan Satrio Wibowo divonis 11 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Satrio juga dihukum membayar uang pengganti Rp 59,98 miliar subsider 3 tahun kurungan. Hakim menyatakan Taufik dan Satrio melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus korupsi pengadaan APD COVID-19 ini menjadi sorotan publik karena terjadi di tengah pandemi yang melanda Indonesia. KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara tuntas dan memastikan para pelaku dihukum sesuai dengan perbuatannya. Upaya banding yang diajukan terhadap vonis Budi Sylvana merupakan bagian dari komitmen tersebut.