Esensi Kekuatan dan Keadilan: Refleksi atas Respon Iran Terhadap Israel
Dunia menyaksikan perubahan signifikan ketika Iran, setelah lama menahan diri, merespons serangan Israel. Reaksi ini bukan sekadar aksi militer, melainkan pernyataan tegas tentang eksistensi dan kekuatan di panggung global.
Kota Tel Aviv, yang selama ini dianggap sebagai simbol keamanan modern, mengalami dampak yang signifikan. Serangan balasan Iran, yang dipicu oleh serangan Israel terhadap Teheran yang menewaskan seorang Komandan Garda Revolusi, membawa pesan kuat tentang pentingnya kekuatan dalam sistem internasional.
Iran meluncurkan lebih dari 350 rudal balistik dan drone hipersonik. Serangan ini menunjukkan kemajuan teknologi Iran di tengah embargo dan sanksi. Sistem pertahanan Iron Dome Israel sebagian lumpuh akibat serangan yang intens dan presisi rudal Shahed yang ditingkatkan. Serangan ini memberikan dampak psikologis dan simbolis.
Sebelum aksi militer, Iran telah berupaya mencari solusi damai. Iran mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB yang menyatakan dasar hukum internasional untuk membela diri sesuai Pasal 51 Piagam PBB. Iran menyoroti bahwa serangan Israel melanggar integritas teritorial dan membahayakan fasilitas sipil. Sayangnya, tidak ada respons atau kecaman dari dunia internasional.
Reaksi Iran dapat dipahami sebagai upaya mempertahankan martabat bangsa setelah serangan dan provokasi. Kasus Palestina menunjukkan bahwa tanpa kekuatan, bahkan dasar moral yang kuat pun tidak cukup untuk mendapatkan keadilan. Perbedaan antara Gaza dan Teheran terletak pada kemampuan pertahanan yang dimiliki.
Setelah Perang Dunia II, dunia percaya pada sistem internasional yang menjamin keadilan. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa sistem ini tidak selalu adil. Genosida di Gaza terus terjadi, keputusan ekonomi sepihak oleh negara kuat merusak tatanan global, dan serangan terhadap Iran dilakukan tanpa dialog atau menghiraukan hukum internasional.
Serangan balasan Iran mengingatkan bahwa dalam sistem dunia yang anarkis, kekuatanlah yang menentukan nasib. Iran telah lama memahami hal ini dan membangun kemampuan nuklir, militer, dan pertahanan mandiri di bawah sanksi dan isolasi.
Indonesia, sebagai negara yang lahir untuk menentang penjajahan dan menciptakan perdamaian dunia, memiliki peran penting dalam situasi ini. Pemerintahan Prabowo–Gibran diharapkan dapat mewujudkan Asta Cita, termasuk membangun pertahanan yang kuat, berdikari dalam ekonomi, dan berperan aktif dalam perdamaian dunia.
Indonesia harus berperan aktif menyuarakan keadilan global dan menantang standar ganda internasional. Pelajaran dari respons Iran adalah bahwa hukum internasional membutuhkan kekuatan untuk ditegakkan. Dalam dunia yang anarkis, harga diri hanya bisa dijaga oleh mereka yang mampu berdiri sendiri.
Cita-cita perdamaian dan keadilan global hanya bisa dicapai jika dibangun di atas fondasi kekuatan nasional yang mandiri dan berdaulat. Indonesia memiliki panggilan moral untuk menjadi penyeimbang dalam dunia yang retak ini.
Dari Iran, kita belajar bahwa "Berdiri di atas kaki sendiri" adalah satu-satunya cara untuk menjaga harga diri bangsa. Kekuatan melindungi martabat, dan kemandirian menjaga kehormatan. Jika kita ingin dunia yang adil dan bermartabat bagi generasi mendatang, kita harus membangun kekuatan itu sekarang, bukan untuk menyerang, tetapi untuk tidak diinjak.