Kewajiban Penggunaan Transportasi Publik Bagi Karyawan Swasta di Jakarta Menuai Sorotan
Wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mewajibkan karyawan swasta menggunakan transportasi umum, khususnya setiap hari Rabu, menuai berbagai tanggapan dari pengamat transportasi. Ide yang digulirkan oleh Gubernur Jakarta ini dinilai perlu dikaji lebih mendalam, terutama dari segi kesiapan infrastruktur dan dampaknya terhadap kenyamanan pengguna.
Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengemukakan pandangannya bahwa alih-alih langsung mewajibkan karyawan swasta, pemerintah pusat melalui kementerian terkait seharusnya memberikan contoh terlebih dahulu. Menurutnya, langkah ini akan lebih efektif dalam mendorong penggunaan transportasi umum secara luas. Ia menyarankan agar Kementerian Perhubungan dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya menjadi pelopor dalam implementasi kebijakan tersebut.
Selain itu, Djoko juga menyoroti pemilihan hari Rabu sebagai hari wajib menggunakan transportasi umum. Ia mengusulkan agar hari tersebut dipertimbangkan kembali dan diganti dengan hari lain seperti Selasa, Kamis, Senin, atau Jumat. Hal ini bertujuan untuk menghindari penumpukan penumpang yang berlebihan, mengingat pada hari Rabu, aparatur sipil negara (ASN) juga diwajibkan menggunakan transportasi umum.
Peneliti Senior Inisiasi Strategis Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang, memberikan alternatif skenario terkait wacana ini. Ia berpendapat bahwa mewajibkan seluruh pegawai swasta dan ASN secara serentak menggunakan transportasi umum pada hari yang sama akan menyebabkan kapasitas transportasi umum tidak mencukupi. Deddy mengusulkan agar penggunaan transportasi umum oleh pegawai swasta diatur berdasarkan tanggal lahir, dengan sistem ganjil genap.
"Pegawai yang tanggal lahirnya genap dapat menggunakan angkutan umum pada tanggal kalender genap, dan sebaliknya, pegawai dengan tanggal lahir ganjil menggunakan angkutan umum pada tanggal ganjil," jelasnya. Ia juga menyarankan agar kewajiban penggunaan angkutan umum dibagi menjadi dua hari, misalnya Selasa-Rabu atau Rabu-Kamis, untuk mengurangi kepadatan.
Deddy juga menyoroti potensi penurunan kualitas layanan jika kebijakan ini diterapkan tanpa persiapan yang matang. Menurutnya, keterisian angkutan umum yang sangat padat dapat mengurangi kenyamanan dan efisiensi perjalanan.
Kapasitas Transportasi Umum di Jakarta: Analisis Data
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, jumlah pegawai ASN di DKI Jakarta mencapai 50.411 orang, sementara jumlah pegawai swasta mencapai 5,11 juta orang, dengan 3,23 juta di antaranya bekerja di sektor formal. Deddy menghitung potensi penambahan pengguna transportasi umum jika wacana ini diimplementasikan.
"Jika pemerintah menginginkan pegawai swasta menggunakan angkutan umum massal pada hari Rabu seperti pegawai ASN, maka kita gunakan data pegawai non formal yakni 3,23 juta, bila ditambah dengan ASN DKI ada sekitar 3,284 juta," ungkap Deddy. Ini akan menambah beban signifikan pada sistem transportasi umum yang sudah ada.
Berikut adalah data ketersediaan kursi/berdiri harian pada angkutan umum massal di Jakarta pada tahun 2025 (perencanaan):
- Bus Transjakarta: 1,5 juta
- KRL: 1,2 juta
- MRT: 260 ribu
- LRT Jakarta: 145 ribu
- LRT Jabodebek: 150 ribu
Total ketersediaan kursi pada semua moda angkutan umum massal adalah 3.255.000 per hari.
Namun, data pengguna angkutan umum saat ini menunjukkan angka yang lebih rendah:
- KRL: 1 juta
- Bus Transjakarta: 1,1 juta
- MRT: 100 ribu
- LRT Jabodebek: 100 ribu
- LRT Jakarta: 1.000
Total pengguna harian saat ini adalah 2.301.000 penumpang. Dengan demikian, masih ada sisa kapasitas sekitar 954.000 atau bisa diasumsikan 1 juta tempat pada angkutan umum.
Deddy memperingatkan bahwa kapasitas transportasi umum yang ada masih jauh dari cukup jika seluruh pegawai ASN dan swasta diwajibkan menggunakan angkutan umum pada hari yang sama. Ia menghitung bahwa total pengguna potensial mencapai 5,584 juta orang (2,3 juta pengguna eksisting ditambah 3,284 juta pegawai ASN/swasta), sementara ketersediaan hanya 1 juta. Kekurangan kapasitas mencapai 4,584 juta, yang menunjukkan tantangan besar dalam mengimplementasikan kebijakan ini.