Gugatan Rp 103 Triliun CMNP terhadap Hary Tanoe: Sebuah Perseteruan Hukum yang Kompleks

Gugatan Rp 103 Triliun CMNP terhadap Hary Tanoe: Sebuah Perseteruan Hukum yang Kompleks

Persaingan bisnis di Indonesia kembali memasuki babak baru dengan munculnya gugatan perdata senilai Rp 103 triliun yang dilayangkan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) terhadap Hary Tanoesoedibjo dan PT MNC Asia Holding Tbk (BHIT). Gugatan ini, yang juga disertai laporan dugaan pemalsuan di Polda Metro Jaya, telah memicu reaksi keras dari pihak tergugat, dengan kuasa hukum Hary Tanoe, Hotman Paris Hutapea, menyatakan gugatan tersebut tidak berdasar dan menilai CMNP salah sasaran.

Perkara ini berakar pada transaksi keuangan yang terjadi pada Mei 1999, di mana CMNP membutuhkan pendanaan dalam dolar AS. PT Bhakti Investama, cikal bakal BHIT, bertindak sebagai arranger dalam proses CMNP mendapatkan dana tersebut dari Unibank melalui penerbitan zero coupon bond senilai 28 juta dolar AS. CMNP menerima dana sebesar 17,4 juta dolar AS, dengan kewajiban Unibank untuk mengembalikan total 28 juta dolar AS tiga tahun kemudian. Namun, krisis moneter tahun 2001 menyebabkan penutupan Unibank, sehingga CMNP tak dapat mencairkan sertifikat depositonya. Hotman Paris dengan tegas menekankan bahwa dana tersebut diterima Unibank, bukan Hary Tanoesoedibjo atau Bhakti Investama. Oleh karena itu, ia mempertanyakan dasar tuduhan pemalsuan yang diajukan CMNP.

Lebih lanjut, Hotman Paris juga menyoroti fakta bahwa CMNP sebelumnya telah menggugat Unibank atas permasalahan ini hingga ke Mahkamah Agung dan mengalami kekalahan. Ia menilai peralihan gugatan ke Hary Tanoesoedibjo dan BHIT sebagai langkah yang tidak masuk akal, mengingat peran BHIT hanyalah sebagai arranger yang menerima komisi. Pengalihan gugatan ini, menurut Hotman Paris, menunjukkan adanya kesalahan sasaran dalam upaya hukum yang dilakukan CMNP.

Sementara itu, Direktur Independen CMNP, Hasyim, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), menjelaskan bahwa gugatan ini bertujuan untuk mendapatkan kepastian hukum atas transaksi surat berharga non-convertible debentures (NCD) pada tahun 1999. Gugatan tersebut juga melibatkan beberapa pihak lain, termasuk Tito Sulistio dan Teddy Kharsadi. Hasyim berharap upaya hukum ini akan memberikan dampak positif terhadap keuangan perusahaan.

Dari kubu BHIT, Direktur PT MNC Asia Holding Tbk, Tien, menyatakan bahwa hingga 3 Maret 2025, BHIT belum menerima pemberitahuan resmi dari pengadilan terkait gugatan tersebut. BHIT memahami bahwa gugatan berpusat pada transaksi antara CMNP dan Unibank senilai 28 juta dolar AS pada tahun 1999, di mana BHIT bertindak sebagai arranger. Oleh karena itu, BHIT menyatakan ketidakpahamannya terhadap alasan gugatan yang dilayangkan kepada mereka, mengingat seharusnya gugatan ditujukan kepada Unibank atau pemegang saham pengendali Unibank.

Kasus ini menyoroti kompleksitas transaksi keuangan dan implikasi hukum yang dapat muncul bertahun-tahun kemudian. Perkembangan selanjutnya dari gugatan ini akan menentukan apakah CMNP dapat membuktikan klaimnya dan mendapatkan ganti rugi yang di tuntut, atau gugatan tersebut akan dinyatakan tidak berdasar oleh pengadilan. Perseteruan hukum ini juga menjadi sorotan publik, terutama terkait besarnya nilai gugatan dan reputasi perusahaan-perusahaan yang terlibat.