Tragedi Penggerebekan Sabung Ayam di Way Kanan Renggut Nyawa Tiga Anggota Polri: Janji Buka Puasa Berujung Duka
Suara telepon yang berdering pada sore hari itu membawa kabar pilu bagi Sasnia. Istri dari Kapolsek Negara Batin, AKP Anumerta Lusiyanto, tidak pernah menduga bahwa hari itu akan menjadi hari terakhirnya bersama sang suami.
"Bu, nanti mau menggerebek sabung ayam. Doain lancar ya, nanti siapin juga makanan banyak buat anggota mau buka bersama di rumah," kenang Sasnia, menirukan ucapan terakhir suaminya sebelum berangkat tugas. Permintaan sederhana itu segera ia penuhi. Dengan penuh semangat, Sasnia mulai menyiapkan hidangan istimewa untuk acara buka puasa bersama di rumah mereka.
Namun, menjelang waktu Magrib, harapan Sasnia berubah menjadi duka mendalam. Seorang anggota Polsek mengabarkan bahwa suaminya tertembak saat menjalankan tugas. Awalnya, Sasnia diberi tahu bahwa suaminya hanya terluka di bagian kaki. Ia pun berharap agar suaminya segera dievakuasi dari lokasi kejadian dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Sayangnya, takdir berkata lain. Kabar duka menyebar melalui grup WhatsApp Polres Way Kanan. AKP Lusiyanto bersama dua anggotanya, Bripka Petrus Apriyanto dan Bripda M Ghalib Surya Ganta, dinyatakan gugur saat melakukan penggerebekan arena judi sabung ayam di Kampung Karang Mani, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung. Insiden tragis itu terjadi akibat perlawanan dari Kopda Bazarsah, seorang Babinsa Sub Ramil Negara Batin. Dengan menggunakan senjata laras panjang jenis SS1 yang telah dimodifikasi, Kopda Bazarsah melepaskan delapan peluru yang menembus rompi antipeluru yang dikenakan AKP Lusiyanto dan merobek dadanya. Bripka Petrus dan Bripda Ghalib juga tewas seketika akibat luka parah di bagian kepala.
"Sekitar pukul 21.00 WIB, tiga jenazah termasuk suami saya dibawa ke Polsek, setelah itu baru dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara," ungkap Sasnia dengan suara bergetar. Di rumah sakit, ia masih berharap bahwa salah satu jenazah itu bukanlah suaminya. Namun, harapan itu pupus sudah.
"Saya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hati saya hancur berkeping-keping. Saya masih tidak percaya bahwa suami saya telah tiada. Bapak adalah satu-satunya tulang punggung keluarga kami," ucapnya sambil berusaha menahan air mata yang mendesak keluar.
Kepergian AKP Lusiyanto juga menggagalkan rencana keluarga untuk menghadiri wisuda putri semata wayang mereka, Salsabila, yang akan segera menyandang gelar Ahli Madya Keperawatan di Universitas Indonesia Maju (UIMA), Jakarta.
"Bapak sudah berjanji untuk mendampingi putrinya di acara wisuda. Namun, semua itu batal karena kejadian ini," kata Sasnia dengan nada lirih.
Saat ini, Sasnia belum memikirkan tentang pekerjaan untuk menggantikan peran suaminya sebagai kepala keluarga. Fokus utamanya adalah memastikan bahwa kedua pelaku, Kopda Bazarsah dan Peltu Yun Heri Lubis, mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka.
"Saya belum memikirkan tentang pekerjaan. Saya ingin fokus dulu pada sidang ini. Kami hanya berharap agar para pelaku dijatuhi hukuman mati," tegasnya.
Kesedihan yang mendalam juga dirasakan oleh Milda Dwi Ani, istri dari almarhum Bripka Petrus Apriyanto. Mereka baru satu setengah tahun menikah dan telah dikaruniai seorang bayi perempuan yang baru berusia tujuh bulan saat kejadian tragis itu.
"Ketika saya mendengar kabar bahwa suami saya sudah tiada, hati saya hancur. Hidup saya terasa runtuh. Anak saya masih sangat kecil, baru berusia tujuh bulan, sudah ditinggalkan oleh ayahnya. Saya juga membutuhkan sosok suami, kebutuhannya masih banyak. Masa depannya masih panjang," ujar Milda dengan nada pilu.
Bripka Petrus dikenal sebagai orang kepercayaan AKP Lusiyanto dan selalu mendampinginya dalam setiap tugas.
"Suami saya tidak memiliki hubungan akrab dengan Bazar dan Lubis. Kemanapun Pak Lusiyanto pergi, suami saya selalu ikut. Jadi, tidak benar jika dikatakan bahwa suami saya akrab dengan kedua terdakwa tersebut," jelasnya.
Saat ini, kebutuhan sehari-hari putri kecil Milda ditanggung oleh keluarga mereka. Milda yang tidak bekerja berharap mendapatkan dukungan moral dan keadilan bagi keluarganya.
"Mau bagaimana lagi, saya tidak bekerja. Suami saya sudah meninggal, jadi sekarang keluarga yang membantu saya memenuhi kebutuhan anak," tuturnya.
Permintaan maaf dari para terdakwa ditolak mentah-mentah oleh Milda. Baginya, kehilangan ini terlalu dalam untuk dimaafkan.
"Saya baru menikah, baru punya anak. Tapi suami saya sudah meninggal. Saya menuntut hukuman mati. Permintaan maaf Lubis dan Basar tidak akan pernah saya maafkan sampai kapan pun," tegasnya dengan suara bergetar.