Kontras Etika Mengemudi Bus: Studi Perbandingan Jepang dan Indonesia

Kontras Etika Mengemudi Bus: Studi Perbandingan Jepang dan Indonesia

Industri transportasi darat, khususnya layanan bus, mencerminkan budaya dan nilai-nilai suatu bangsa. Perbedaan mencolok terlihat dalam membandingkan etika mengemudi bus di Jepang dan Indonesia. Di Jepang, mengemudi bus bukan sekadar mengoperasikan kendaraan, melainkan sebuah profesi yang menuntut disiplin tinggi dan etika terpuji. Hal ini berbeda kontras dengan kondisi di Indonesia, di mana masih ditemukan praktik mengemudi yang membahayakan dan mengabaikan norma kesopanan. Studi perbandingan ini menganalisis perbedaan tersebut, mengurai faktor-faktor yang berkontribusi, dan menyoroti upaya perbaikan di Indonesia.

Disiplin dan Etika di Jepang: Sebuah Budaya Berkendara

Di Jepang, pengemudi bus dikenal karena kedisiplinan dan etika berkendaranya yang tinggi. Menurut Bowo Kristianto, Direktur Japan Indonesia Driving School (JIDS) di LPK Hiro Karanganyar, Jawa Tengah, etika merupakan kriteria utama dalam seleksi pengemudi bus di Jepang. Mereka diharuskan mematuhi rambu lalu lintas secara ketat, menjaga kecepatan sesuai batas, dan berhenti di tempat yang telah ditentukan. Manuver berbahaya, mengebut, dan penggunaan lajur yang tidak semestinya adalah hal yang sangat jarang ditemukan. Lebih jauh lagi, etika mengemudi di Jepang meluas hingga pada interaksi dengan penumpang. Sopir bus di Jepang dikenal sangat ramah, selalu menyapa, mengucapkan terima kasih, dan bahkan membungkuk kepada penumpang, terutama kepada lansia atau penyandang disabilitas. Sikap hormat dan santun ini merupakan bagian integral dari budaya mengemudi di Jepang. Disiplin ini, menurut Bowo, awalnya ditegakkan melalui penegakan hukum yang ketat, namun seiring waktu telah terinternalisasi dan menjadi bagian dari budaya masyarakat Jepang. Bahkan kemampuan berbahasa yang baik juga menjadi syarat penting, guna memastikan komunikasi yang efektif dan pelayanan prima kepada penumpang. Persyaratan minimal level bahasa N3 (menengah) menunjukkan tingginya standar yang diterapkan.

Tantangan Etika Mengemudi di Indonesia: Menuju Perbaikan

Sebaliknya, di Indonesia, masih banyak ditemukan pengemudi bus yang mengemudi secara ugal-ugalan. Praktik seperti manuver berbahaya, mengebut, dan mengabaikan rambu lalu lintas masih sering terjadi. Selain itu, kebiasaan merokok di dalam kabin bus, meskipun telah dilarang, juga masih ditemukan, terutama saat AC menyala. Kondisi ini menimbulkan risiko keselamatan bagi penumpang dan pengguna jalan lain. Perbedaan mendasar terletak pada penegakan hukum dan internalisasi nilai-nilai etika berkendara. Meskipun terdapat aturan dan regulasi, penegakannya masih perlu ditingkatkan. Selain itu, perlu adanya kampanye dan edukasi yang intensif untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya etika berkendara yang baik di kalangan pengemudi bus. JIDS, melalui program pelatihannya, berupaya untuk menjembatani kesenjangan ini dengan menanamkan nilai-nilai etika mengemudi Jepang kepada calon pengemudi bus yang akan bekerja di Jepang. Namun, penerapan budaya mengemudi yang baik memerlukan usaha bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pelatihan, dan seluruh pelaku industri transportasi.

Kesimpulan

Perbandingan etika mengemudi bus di Jepang dan Indonesia menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Jepang telah berhasil membangun budaya mengemudi yang disiplin dan mengedepankan etika, sedangkan Indonesia masih menghadapi tantangan dalam hal ini. Perbaikan memerlukan langkah komprehensif, termasuk penegakan hukum yang lebih tegas, peningkatan program pelatihan dan edukasi, serta upaya untuk menanamkan nilai-nilai etika berkendara di seluruh lapisan masyarakat.