Kebijakan Sekolah Kontroversial: Dari Larangan Berpelukan Hingga Pembatasan ke Toilet
Peraturan sekolah, sebagai pedoman tertulis, seharusnya menjadi fondasi bagi terciptanya lingkungan belajar yang kondusif. Namun, di berbagai belahan dunia, kita menemukan aturan-aturan yang terkesan unik, bahkan kontroversial, memicu perdebatan di kalangan siswa, orang tua, dan pendidik.
Di Inggris, sebuah sekolah menengah atas menuai kritik karena aturan yang dianggap terlalu ketat. Siswa dilarang menguap, meraut pensil, menggunakan tempat pensil kain, bahkan meminta izin ke toilet atau melepas blazer saat cuaca panas. Pelanggaran terhadap aturan ini berujung pada penahanan, membuat beberapa siswa merasa seperti berada di penjara. Gelombang protes dari siswa dan orang tua pun tak terhindarkan, dengan ribuan orang bergabung dalam kelompok Facebook untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka.
Larangan memiliki sahabat karib juga diterapkan di sekolah Thomas. Pertemanan yang terlalu dekat dianggap berpotensi menimbulkan trauma akibat putus cinta, yang pada gilirannya dapat mengganggu fokus belajar siswa. Di Jepang, larangan berpacaran bahkan lebih tegas diterapkan, dengan pemisahan ruang belajar antara siswa laki-laki dan perempuan demi menjaga konsentrasi mereka pada pendidikan.
Keunikan aturan sekolah tidak berhenti sampai di situ. Di sebuah akademi di Cornwall, guru dilarang menggunakan pulpen merah untuk mengoreksi tugas siswa. Warna hijau dipilih sebagai alternatif, disertai dengan komentar positif yang bertujuan untuk memberikan semangat dan motivasi. Sementara itu, di Tiongkok, sebuah sekolah dasar memberikan izin kepada siswanya untuk tidur siang selama dua jam saat jam makan siang. Kebijakan ini didukung oleh orang tua, yang merasa tidak memiliki cukup waktu untuk menjemput dan mengantar anak-anak mereka pulang untuk beristirahat. Tidur siang di sekolah dianggap memberikan manfaat bagi kesehatan dan kesegaran siswa.
Kontak fisik seperti tos dan pelukan juga menjadi perhatian beberapa sekolah di Inggris dan Amerika Serikat. Beberapa sekolah melarang siswa melakukan kontak fisik, karena dianggap dapat mengganggu pengalaman akademis. Namun, aturan ini menuai banyak ketidaksetujuan dari berbagai pihak. Pembatasan akses ke toilet juga menjadi sorotan. Sebuah sekolah menengah atas di Chicago hanya memperbolehkan siswa ke toilet tiga kali per semester selama jam pelajaran. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah siswa membolos kelas dan memastikan mereka tidak kehilangan waktu belajar yang berharga.
Di Jepang, aturan mengenai gaya rambut siswa laki-laki juga terbilang unik. Mereka harus memiliki gaya rambut polos, pendek, lurus, dan hitam. Siswa yang memiliki rambut keriting atau berwarna selain hitam harus memberikan bukti berupa foto masa kecil untuk membuktikan bahwa itu adalah warna dan tekstur rambut asli mereka. Jika tidak, mereka harus mewarnai rambutnya menjadi hitam dan meluruskannya. Meskipun demikian, beberapa sekolah dilaporkan mulai mengabaikan aturan ini.
Fenomena aturan sekolah yang unik dan kontroversial ini menunjukkan bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki pendekatan yang berbeda dalam menciptakan lingkungan belajar yang ideal. Aturan-aturan ini sering kali mencerminkan nilai-nilai, budaya, dan prioritas yang dianut oleh sekolah tersebut. Namun, penting bagi sekolah untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap siswa dan memastikan bahwa aturan yang diterapkan tidak menghambat perkembangan mereka secara akademis, sosial, dan emosional.
Berikut adalah beberapa contoh aturan sekolah yang terbilang unik:
- Larangan menguap dan meraut pensil di kelas.
- Larangan memiliki sahabat karib.
- Larangan berpacaran.
- Guru dilarang menggunakan pulpen berwarna merah untuk mengoreksi tugas.
- Mengizinkan siswa tidur siang di sekolah.
- Larangan tos dan berpelukan.
- Pembatasan jumlah izin ke toilet selama jam pelajaran.
- Aturan ketat mengenai gaya rambut siswa laki-laki.