Pencabutan Izin Pertambangan di Pulau Wawonii: Kementerian Kehutanan Ambil Tindakan Tegas

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengambil langkah signifikan dengan mencabut Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) bagi aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap pencabutan izin utama dari instansi teknis terkait, menandakan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menegakkan hukum.

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kemenhut, Ade Triaji Kusumah, menjelaskan bahwa PPKH merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi perusahaan tambang sebelum melakukan aktivitasnya di kawasan hutan. Proses perizinan ini melibatkan serangkaian tahapan yang ketat, dimulai dari perolehan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau pemerintah daerah melalui Dinas ESDM.

Berikut adalah persyaratan perizinan tambang dalam kawasan hutan:

  • Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM atau Dinas ESDM setempat.
  • Rekomendasi dari kepala daerah setempat.
  • Izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup atau dinas lingkungan hidup daerah.
  • Penataan batas lokasi kegiatan agar tidak melebihi area izin.
  • Penyusunan dan pelaksanaan Penataan Areal Kerja (PAK).
  • Pelaksanaan reklamasi pasca tambang dengan jaminan reklamasi di Kementerian ESDM.
  • Pelaksanaan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS).
  • Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada sektor kehutanan.

Selain itu, perusahaan juga wajib memenuhi berbagai kewajiban lain, seperti penataan batas lokasi kegiatan agar tidak melebihi area izin, penyusunan dan pelaksanaan Penataan Areal Kerja (PAK), reklamasi pasca tambang dengan jaminan yang tersimpan di Kementerian ESDM, rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), serta pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kepada sektor kehutanan.

Namun, dengan dicabutnya izin utama dari sektor pertambangan, maka secara otomatis PPKH juga dihentikan. Hal ini sejalan dengan prinsip legalitas yang menjadi landasan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam.

Keputusan Kemenhut ini juga merespons aspirasi masyarakat Pulau Wawonii yang sebelumnya melakukan aksi protes terkait aktivitas pertambangan di wilayah mereka. Ade Triaji Kusumah mengakui bahwa aksi protes tersebut merupakan hal yang wajar, terutama jika terbukti adanya pelanggaran batas wilayah, izin yang tidak lengkap, atau ketidaksesuaian dengan ketentuan yang berlaku.

Masyarakat didorong untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum kehutanan, seperti Direktorat Jenderal Gakkum, atau aparat lokal yang tergabung dalam Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Kemenhut berkomitmen untuk melindungi kawasan hutan, menegakkan hukum, serta memberikan pelayanan perizinan yang akuntabel dan berbasis hukum. Upaya penertiban kawasan hutan akan terus dilakukan sebagai bagian dari agenda pembenahan tata kelola sumber daya alam nasional.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perusahaan nikel untuk menghapus larangan menambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Mahkamah Agung (MA) juga mengabulkan gugatan warga dan membatalkan sejumlah pasal dalam Perda Nomor 2/2021 tentang RTRW Konawe Kepulauan terkait pertambangan di Wawonii. MA juga mengabulkan kasasi warga terkait pembatalan dan pencabutan Izin PPKH perusahaan tambang nikel.