Perjuangan Laine Jones: Wanita yang Bertahan Hidup dengan Tujuh Diagnosis Kanker Akibat Sindrom Genetik Langka
Laine Jones, seorang wanita berusia 41 tahun asal Amerika Serikat, membagikan kisah inspiratifnya dalam menghadapi tujuh jenis kanker yang berbeda. Kondisi ini disebabkan oleh sindrom genetik langka yang dikenal sebagai Li-Fraumeni Syndrome, yang meningkatkan risiko terkena kanker secara signifikan. Yayasan Li-Fraumeni memperkirakan bahwa 50% penderita sindrom ini akan mengalami kanker sebelum usia 40 tahun, dan angka ini meningkat menjadi 90% sebelum usia 60 tahun.
"Meskipun sangat tidak menyenangkan harus berurusan dengan tujuh jenis kanker, di sisi lain, saya masih di sini," ungkap Jones. "Tujuan saya setiap hari adalah memastikan bahwa orang lain mengetahui kisah saya dan bisa bertanya, 'Bagaimana kamu bisa melewati semua ini?'"
Perjalanan panjang Jones dimulai sejak usia 18 bulan, ketika ia didiagnosis dengan adrenal cortical carcinoma, kanker ganas pada kelenjar adrenal. Pada masa itu, tepatnya tahun 1985, tes genetik belum menjadi praktik umum, sehingga dokter tidak mengetahui bahwa Jones memiliki predisposisi genetik terhadap kanker. Perpustakaan Kedokteran Nasional AS mencatat bahwa tes genetik untuk kanker baru tersedia secara luas pada pertengahan tahun 1990-an.
"Saya sudah terkena kanker saat masih bayi, jadi saya yakin tidak akan terkena lagi. Saya benar-benar percaya itu," kenangnya.
Namun, keyakinan itu sirna pada tahun 2008, saat Jones tengah menempuh pendidikan sebagai perawat. Ia menemukan benjolan di payudaranya saat melakukan pemeriksaan mandiri. Meskipun ia memeriksakan diri ke dokter dan mendapatkan rujukan untuk USG, Jones menunda pemeriksaan tersebut.
"Saya berkata pada diri sendiri, 'Saya baru 24 tahun, tidak mungkin terkena kanker payudara,'" ujarnya mengenang. "Saya menunda selama enam bulan hingga Desember untuk melakukan USG."
Sayangnya, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Jones didiagnosis dengan kanker payudara stadium 2 dan harus menjalani mastektomi ganda. Tak lama setelah perawatan selesai, seorang teman ibunya memperhatikan tahi lalat mencurigakan di punggung Jones. Setelah diangkat dan diperiksa, ternyata itu adalah melanoma, atau kanker kulit.
Saat itu, Jones masih mencoba menganggap semua ini sebagai 'kebetulan' karena ia telah didiagnosis dengan tiga jenis kanker sebelum usia 30 tahun. Namun, pada tahun 2010, hasil pemindaian PET lanjutan untuk kanker payudara mengungkapkan adanya kanker tiroid yang telah menyebar ke bagian dada. Hal ini membuat para dokter mulai curiga bahwa Jones memiliki kondisi genetik tertentu yang membuatnya lebih rentan terhadap kanker.
"Akhirnya saya dikirim ke MD Anderson Cancer Center untuk menjalani tes genetik," katanya. "Mereka bertanya, 'Apakah Anda pernah mendengar tentang Li-Fraumeni Syndrome?'"
Sebelumnya, Jones sempat menanyakan tentang kondisi ini kepada dokternya, tetapi diabaikan. Setelah dinyatakan positif Li-Fraumeni, metode pemantauan dan perawatannya pun berubah secara signifikan. Kini, Jones rutin menjalani MRI yang tidak menggunakan radiasi.
"Tes genetik menyelamatkan hidup saya karena itu benar-benar mengubah cara dokter merawat saya," ujarnya. "Saya merasa sangat beruntung."
Meski sudah menjalani mastektomi, kanker payudara Jones kembali muncul di kelenjar getah bening pada tahun 2012. Ia mulai mengonsumsi Herceptin, yang menurutnya sangat membantu mengendalikan kanker payudaranya. Kanker adrenalnya pun juga ikut kambuh. Ia juga pernah didiagnosis sarkoma, kanker yang menyerang jaringan ikat seperti tulang dan otot. Kanker ini terdeteksi lebih awal lewat USG rutin payudara.
"USG sangat membantu. Untuk kanker tiroid pun, saya rutin USG kepala dan leher," katanya.
"Kanker itu sudah dua kali kambuh. Tapi hampir semua kankernya terdeteksi sangat dini karena pemeriksaan rutin."
Jones juga didiagnosis kanker paru-paru dan glioblastoma dalam bulan yang sama. Karena kanker paru-paru ditemukan lebih awal, ia hanya membutuhkan empat kali radioterapi.
"Semua tergantung deteksi dini," ujarnya. "Meskipun kanker Anda sudah hilang, penting sekali untuk tetap rutin skrining. ... Saya selalu bilang, 'Sekali jadi pasien kanker, selamanya akan jadi pasien kanker.'"
Setelah perawatan kanker paru-paru, Jones kemudian menjalani pengobatan untuk glioblastoma. Ia menjalani kraniotomi (operasi otak) pada November 2023, beberapa minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-40. Beberapa minggu lalu, ia menjalani operasi kedua karena ditemukan jaringan nekrosis dan sel kanker.
"Saya akan mulai kemoterapi jenis lain," katanya.
"Saya sempat menjalani kemoterapi selama setahun dan juga 30 kali radiasi otak."
Kemoterapi barunya berupa obat oral yang akan diminumnya selama enam bulan. Ia juga rutin menjalani MRI, sehingga jika ada sel kanker muncul, dokter bisa segera menyesuaikan rencana perawatan.
"Kambuhnya glioblastoma terjadi akhir Desember lalu, dan lagi-lagi, ketahuan sangat dini," katanya. "Semua dokternya saling berkoordinasi. ... Sangat menenangkan tahu mereka bekerja sebagai tim."