Serangan Israel Membanjiri Rumah Sakit di Iran: Sistem Kesehatan Kolaps di Tengah 'Pertumpahan Darah'

Kondisi darurat melanda sejumlah rumah sakit di Iran, khususnya di Teheran, menyusul eskalasi konflik dengan Israel. Rumah Sakit Imam Khomeini menjadi pusat krisis, dengan lonjakan drastis pasien luka-luka akibat serangan yang dilancarkan sejak Jumat (13/6/2025). Seorang dokter yang bertugas menggambarkan situasi yang terjadi sebagai "pertumpahan darah," mencerminkan betapa kewalahan tenaga medis dalam menghadapi arus pasien yang tak henti-hentinya.

"Ini adalah pertumpahan darah yang sesungguhnya. Kami dilanda kekacauan dan jeritan keluarga yang berduka. Puluhan orang dengan luka parah, luka ringan, bahkan jenazah terus berdatangan," ungkap seorang dokter dari unit gawat darurat Rumah Sakit Imam Khomeini, menggambarkan suasana mencekam yang terjadi.

Memasuki hari keempat pertempuran antara Israel dan Iran, fasilitas kesehatan di Iran berada di bawah tekanan ekstrem. Staf medis melaporkan pemandangan mengerikan, dengan genangan darah dan kedatangan korban yang terus menerus seiring meningkatnya intensitas serangan Israel. Korban yang berjatuhan tidak pandang bulu, mulai dari anak-anak hingga lansia, semuanya menjadi korban dari konflik yang semakin memanas.

"Saya melihat balita, remaja, orang dewasa, hingga lansia. Ibu-ibu berlumuran darah datang tergesa-gesa membawa anak-anak mereka yang terkena serpihan bom," lanjut sang dokter, menambahkan bahwa beberapa orang tua bahkan tidak menyadari bahwa mereka terluka sampai mereka berhasil menyelamatkan anak-anak mereka.

Luka-luka yang diderita para korban sangat beragam, mulai dari serpihan logam yang menancap di tulang paha dan jaringan lunak di sekitar panggul, pendarahan internal, hingga luka bakar yang parah. Banyaknya korban dengan luka parah disebabkan karena mereka berada di dekat lokasi ledakan bom Israel, membuat tubuh mereka menjadi sasaran serpihan logam yang mematikan.

Konflik ini dipicu oleh ratusan serangan udara yang dilancarkan Israel ke Iran pada Jumat dini hari, dengan alasan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir. Iran membalas dengan meluncurkan rudal dan drone, dan sejak saat itu kekerasan antara kedua negara terus meningkat.

Otoritas Iran melaporkan bahwa lebih dari 1.277 orang telah dilarikan ke rumah sakit di seluruh negeri, dan 224 di antaranya meninggal dunia. Namun, sumber dari Rumah Sakit Imam Khomeini meyakini bahwa jumlah korban yang sebenarnya jauh lebih tinggi. Rumah sakit telah menyiapkan ranjang tambahan untuk unit perawatan intensif, sementara pasien dengan luka ringan dialihkan ke klinik lain untuk memaksimalkan kapasitas.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Iran, Hossein Kermanpour, menyatakan bahwa lebih dari 90 persen korban adalah warga sipil. Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengklaim bahwa Israel hanya menargetkan fasilitas milik pemerintah Iran.

Pihak berwenang Iran juga menuduh Israel telah membombardir sebuah rumah sakit di Kermanshah, Iran barat, dan melukai sejumlah pasien. Sebuah video yang beredar menunjukkan seorang penyiar televisi melarikan diri saat siaran langsung karena bom Israel menghantam stasiun TV pemerintah.

"Ada banyak korban jiwa, tapi saya tidak tahu siapa mereka atau berapa jumlahnya. Kami tidak tahu siapa yang merupakan aparat rezim – saya hanya berusaha menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin," kata seorang tenaga medis di rumah sakit kota Karaj, yang tidak ingin disebutkan namanya.

Tenaga medis tersebut menyalahkan Israel karena menyerang wilayah permukiman, tetapi juga mengkritik pemerintah Iran karena kurang memperhatikan keselamatan warga sipil. Staf medis menggambarkan pemandangan anak-anak berusia empat tahun dengan tulang patah akibat ledakan di dekat mereka. Mereka harus bekerja tanpa henti dan bergiliran karena korban terus berdatangan dari berbagai rumah sakit.

"Kami bahkan belum sempat makan atau minum. Saya khawatir setelah pagi ini, akan lebih banyak jenazah yang datang," ungkap seorang tenaga medis yang kelelahan.

Iran dilaporkan telah meminta negara-negara Teluk untuk membujuk Donald Trump agar membantu memediasi gencatan senjata dengan Israel, tetapi belum ada tanda-tanda meredanya konflik.

"Tiga hari terakhir membangkitkan kenangan mengerikan," kata seorang dokter di Rumah Sakit Imam Khomeini. "Ini mengingatkan saya pada gambaran Perang Iran-Irak. Luka-lukanya sangat mengerikan dan kami seolah-olah bekerja di rumah sakit darurat di medan perang."