Bupati Penajam Paser Utara Diperiksa KPK Terkait Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Kutai Kartanegara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pendalaman kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari. Kali ini, KPK memanggil dan memeriksa Bupati Penajam Paser Utara, Mudyat Noor, sebagai saksi.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Mudyat Noor dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada hari Selasa (17/6/2025). Mudyat Noor telah hadir memenuhi panggilan penyidik sejak pukul 08.55 WIB.

"Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi terkait dugaan TPK penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara," ujar Budi Prasetyo.

Selain Mudyat Noor, KPK juga memanggil sejumlah saksi lain untuk dimintai keterangan terkait kasus yang sama. Daftar saksi yang turut dipanggil antara lain:

  • Jeffry Pandie (Swasta)
  • Rino Eri Rachman (Swasta)
  • Sukianty Yenliwana Wongso (Swasta)
  • Khalid Kasim (Swasta, karyawan PT PPA)
  • Michelle Halim (Swasta)

Kasus yang menjerat Rita Widyasari bermula pada tahun 2017, di mana ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi. Selanjutnya, Rita diadili dan dinyatakan terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 110 miliar terkait perizinan proyek di Kutai Kartanegara. Pada tahun 2018, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Rita, denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan, serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.

Rita sempat mengajukan upaya hukum hingga tingkat peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, namun ditolak pada tahun 2021. Saat ini, Rita Widyasari telah dieksekusi dan menjalani masa hukumannya di Lapas Pondok Bambu.

Selain kasus gratifikasi, Rita juga masih berstatus tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pada Juli 2024, KPK mengungkap bahwa Rita juga menerima aliran dana dari pengusaha tambang. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa Rita menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (USD) sebesar USD 5 per metrik ton dari perusahaan batu bara.