Peradi Ajukan Usulan Krusial dalam RUU KUHAP: Pembatasan dan Perluasan Hak Peninjauan Kembali untuk Terpidana

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) secara aktif terlibat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan mengajukan usulan yang signifikan terkait mekanisme Peninjauan Kembali (PK). Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, Peradi menyuarakan perlunya pembatasan alasan pengajuan PK agar proses hukum tidak berlarut-larut, namun juga mengusulkan perluasan hak pengajuan PK bagi terpidana dalam kondisi tertentu.

Wakil Ketua Umum Peradi, Sapriyanto Refa, menekankan pentingnya keseimbangan antara memberikan kesempatan bagi terpidana untuk mencari keadilan dengan menghindari penyalahgunaan mekanisme PK yang dapat memperpanjang ketidakpastian hukum. Peradi mengusulkan agar PK dapat diajukan apabila ditemukan bukti baru atau novum yang signifikan, atau apabila terdapat putusan pengadilan yang saling bertentangan. Lebih lanjut, Peradi mengusulkan agar pengajuan PK berdasarkan novum tidak dibatasi oleh waktu dan dapat diajukan maksimal dua kali oleh terpidana. Alasan di balik usulan ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi terpidana untuk mendapatkan keadilan apabila novum baru ditemukan setelah pengajuan PK pertama dianggap tidak cukup kuat.

  • Pembatasan Alasan PK: Peradi mengusulkan pembatasan alasan PK untuk menghindari proses hukum yang berlarut-larut.
  • Novum sebagai Dasar PK: Usulan agar PK dapat diajukan jika terdapat bukti baru (novum) atau putusan yang saling bertentangan.
  • PK untuk Terpidana: Usulan agar hak PK hanya dimiliki oleh terpidana, bukan jaksa penuntut umum.
  • Dua Kali Kesempatan PK: Usulan agar terpidana dapat mengajukan PK maksimal dua kali berdasarkan novum.

Selain itu, Peradi juga mengusulkan agar hak pengajuan PK secara eksklusif diberikan kepada terpidana, dan bukan kepada jaksa penuntut umum (JPU). Argumen yang mendasari usulan ini adalah bahwa PK seharusnya menjadi mekanisme bagi terpidana untuk mencari keadilan apabila terdapat kekhilafan dalam putusan pengadilan, sementara JPU memiliki mekanisme hukum lain untuk mengoreksi putusan yang dianggap tidak tepat. Usulan-usulan yang diajukan Peradi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan penting bagi DPR RI dalam merumuskan RUU KUHAP yang lebih adil dan efektif.