Ruang Pejalan Kaki di Jakarta Terkikis Proyek Infrastruktur, Keamanan Pengguna Jalan Dipertanyakan
Ironi Kota Ramah Pejalan Kaki: Trotoar Jakarta Tergerus Proyek
Di tengah ambisi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang nyaman bagi pejalan kaki, realitas di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya. Ruang yang seharusnya menjadi hak utama pejalan kaki semakin menyempit, tergerus oleh proyek infrastruktur dan lalu lintas kendaraan.
Kondisi ini terlihat jelas di Jalan Teluk Betung I, persis di sisi barat pusat perbelanjaan Grand Indonesia. Lebar trotoar di lokasi tersebut hanya tersisa antara 30 hingga 50 sentimeter, nyaris tak cukup untuk dilalui satu orang dengan nyaman. Penyempitan ini memaksa pejalan kaki untuk berjalan di badan jalan, meningkatkan risiko kecelakaan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Bina Marga menjelaskan bahwa penyempitan trotoar ini bersifat sementara dan terkait dengan proyek pembangunan saluran pembuangan Jakarta Sewerage Development Project (JSDP) oleh Kementerian PUPR. Trotoar digunakan sebagai pelebaran jalan sementara untuk mendukung pekerjaan galian.
"Saat ini trotoar tersebut digunakan sebagai pelebaran jalan sementara dikarenakan untuk kegiatan pekerjaan rencana pembukaan galian JSDP," ujar Wiwik Wahyuni dari Bina Marga. Dia menjamin bahwa trotoar akan dikembalikan ke kondisi semula setelah proyek selesai.
Namun, janji pengembalian kondisi trotoar seperti semula tidak serta merta menghilangkan kekhawatiran. Keamanan pejalan kaki menjadi prioritas utama dan hak pejalan kaki juga menjadi pertanyaan utama. Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa traffic cone dan water barrier yang dipasang tidak memberikan perlindungan memadai bagi pejalan kaki.
Seorang pekerja di Grand Indonesia, Gina(21), mengungkapkan ketidaknyamanannya akibat penyempitan trotoar tersebut. "Saya tiap hari lewat sini tapi sudah enggak nyaman lagi, banyak orang-orang yang malah enggak jalan di trotoar karena ruangnya sempit," ujarnya. Gina menambahkan bahwa trotoar sangat penting bagi pekerja dan pengunjung mal.
Prioritaskan Pejalan Kaki dalam Tata Kota
Pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, menekankan bahwa pemangkasan trotoar tidak boleh dilakukan sembarangan, terutama di kawasan padat pejalan kaki. Menurutnya, pusat perbelanjaan seharusnya menyediakan ruang yang luas bagi pejalan kaki, mengingat tidak semua pengunjung datang dengan kendaraan pribadi.
Yayat menambahkan bahwa pejalan kaki seharusnya menjadi prioritas utama dalam hierarki transportasi. "Mall itu harusnya membuka ruang bagi pejalan kaki. Karena keluar masuk mall itu bukan hanya dengan kendaraan pribadi, tapi juga dengan jalan kaki dan transportasi publik," ujarnya.
"Etika kota itu penting. Jangan sampai hak pejalan kaki dihilangkan. Kalau begini caranya, ya wajar orang malas jalan kaki di Jakarta," tegas Yayat.
Kasus di Jalan Teluk Betung I ini menjadi sorotan tajam terhadap komitmen Jakarta dalam mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki. Keseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan hak pejalan kaki perlu diperhatikan agar kota Jakarta menjadi kota yang inklusif dan berkelanjutan bagi semua warganya.