Dua Pangkalan Gas di Cirebon Terlibat Pengoplosan, Kerugian Negara Mencapai Miliaran Rupiah
Kepolisian Resor Cirebon Kota, Jawa Barat, berhasil mengungkap praktik ilegal pengoplosan gas bersubsidi yang melibatkan dua pangkalan resmi Pertamina. Enam orang tersangka telah diamankan terkait kasus ini. Mereka diduga kuat melakukan transfer ilegal gas bersubsidi tiga kilogram ke tabung gas nonsubsidi.
Operasi penegakan hukum ini berhasil menyita ratusan tabung gas berbagai ukuran, termasuk tabung gas bersubsidi dan nonsubsidi. Barang bukti tersebut ditemukan di dua lokasi pangkalan gas yang beroperasi di Kecamatan Lemahwungkuk dan Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Selain tabung gas, polisi juga menyita ribuan segel gas palsu yang dilengkapi dengan barcode. Barcode ini digunakan untuk mengelabui sistem pengawasan dan menyamarkan asal-usul gas ilegal.
Berikut daftar barang bukti yang disita:
- 28 tabung gas 3 kilogram (subsidi)
- 340 tabung gas 5,5 kilogram
- 136 tabung gas 12 kilogram
- 1.645 tutup/segel gas palsu
- 1 unit timbangan
- 2 alat dorong tabung gas
- Selang regulator
Kapolres Cirebon Kota, AKBP Eko Iskandar, menjelaskan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan hasil penyelidikan mendalam terhadap aktivitas mencurigakan di kedua pangkalan gas tersebut. Modus operandi yang digunakan adalah memindahkan isi tabung gas subsidi ke tabung gas nonsubsidi, kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Praktik ini telah berlangsung selama kurang lebih sepuluh bulan, menyebabkan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 2,5 miliar.
Menurut keterangan pihak Pertamina, pemalsuan segel gas merupakan bagian penting dari operasi ilegal ini. Segel palsu tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai aslinya, termasuk penggunaan barcode. Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, barcode tersebut ternyata tidak sesuai dengan data yang seharusnya dan bahkan terindikasi berasal dari luar pulau Jawa.
Selain itu, para pelaku juga diduga memanipulasi data penerima gas subsidi untuk menutupi kegiatan ilegal mereka. Data palsu ini kemudian dilaporkan ke agen Pertamina sebagai bukti penyaluran gas yang sah.
Saat ini, keenam tersangka dijerat dengan Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar. Kasus ini masih dalam pengembangan untuk mengungkap kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain.